Jakarta, Demokratis
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek Huang menantang bakal calon presiden 2024 datang ke kampus UI untuk berdebat adu pikiran menyusul dibolehkannya peserta pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berkampanye di fasilitas pendidikan.
“Jika memang punya nyali, BEM UI mengundang semua calon presiden/bakal calon presiden untuk hadir ke UI karena kami siap untuk menguliti semua isi pikiran kalian,” kata Melki dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Senin (21/8/2023).
Menurut dia, pihaknya siap menyampaikan aspirasi dan mendebat seluruh argumen bakal capres jika diperlukan. Pihaknya tak ingin masa depan bangsa Indonesia bergantung pada calon pemimpin yang hanya fokus kepada kampanye pencitraan.
“Kami tak mau masa depan bangsa ini digantungkan pada calon pemimpin yang hanya berfokus pada kampanye, pencitraan, dan lip service tak bermutu. Kami butuh pemimpin yang cerdas dan berpihak untuk rakyat banyak,” ujarnya.
Melki selanjutnya menilai, jika melihat putusan MK tak ada satu pun frasa dalamnya yang menyebutkan membolehkan kampanye di kampus, melainkan disebutkan bahwa institusi pendidikan dibolehkan untuk mengundang para calon dengan tidak membawa atribut dan alat peraga.
“Menurut saya, banyak kampanye hari ini membosankan. Generasi muda sudah bosan melihat banyak kampanye minim substansi dan lip service semata. Apalagi jika ditambah dengan permainan identitas dan pencitraan yang tak perlu,” tegas Melki.
Oleh karena itu, dia melihat celah putusan MK tersebut harus dimanfaatkan, yakni calon pemimpin harus diuji baik dari segi kapasitas dan subtansinya di dalam kampus secara serius.
“Kebolehan institusi pendidikan untuk mengundang para calon pemimpin harus digunakan untuk menguji substansi dan isi otak tiap calon pemimpin, bukannya jadi ladang cari muka para pimpinan kampus dan ladang main mata kaum intelektual dan politisi saja,” tuturnya.
Perlu diketahui, MK memutuskan peserta pemilu dapat berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. Namun, MK melarang penggunaan tempat ibadah untuk aktivitas kampanye.
Putusan itu diawali dengan pengajuan uji materiil oleh dua warga negara, Handrey Mantiri dan Ong Yenni. Mereka menilai ada inkonsistensi norma terkait larangan kampanye dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang melarang kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah.
Sebab, bagian Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 tentang Pemilu dinilai memberikan kelonggaran terkait larangan tersebut.
“Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan,” demikian bunyi bagian penjelasan itu. (EKB)