Tapsel, Demokratis
“Kalau guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari..” ungkapan pepatah tersebut sangat layak ditujukan kepada Kepala Sekolah SD Negeri 100220 Simaronop Aek Salah. Ya, kalau pemimpin tak mampu bertugas dengan baik, maka anak buah pun kocar-kacir. Pekerjaan semakin amburadul.
Kepala SD Negeri 100220 Simaronop Aek Salah jarang masuk tugas, jika masuk pun bersikap arogan. Sehingga guru-guru pun berhenti mengajar, dan digantikan oleh anaknya sendiri M Ridwan Pasaribu. Akibatnya siswa pun banyak yang tak bisa membaca buku.
Bagaimana tidak, seperti pantauan Demokratis (27/08) guru pun mengajar hanya satu orang untuk mengajar kelas 1 s/d kelas 6. Mana mungkin satu orang guru mengajar 6 rombongan belajar (Rombel).
“Mungkin kalau Kadis dan Bupati Tapsel mengetahui sejuta permasalahan di sekolah dimaksud, maka kepala sekolah itu pasti dicopot, karena ganti kepala sekolah bukan tambah baik, malah tambah mundur. Siswa pun banyak tak bisa baca buku,” kata Astongam Harahap dan M Nasir Dongoran tokoh masyarakat Angkola Selatan yang juga aktivis NGO.
Yanuarman Gea SPd, salah satu guru yang diberhentikan oleh Kepala Sekolah SD Negeri 100220 Simaronop Aek Salak mengatakan bahwa ia diberhentikan oleh Roslia Tumanggor SPd (Ka SD dimaksud-red), karena di tahun lalu 2018 kepala sekolah diduga tidak transparan menggunakan dana BOS dan penyaluran BSM yang “disunat” atau dipotong langsung oleh Kepala Sekolah hingga Rp 150.000 per siswa sehingga tercium sejumlah wartawan dan LSM.
“Maka saya yang dituduh membocorkan kasus tersebut. Padahal tidak, wartawan itu sendiri yang mewawancarai orangtua siswa,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Kepala Sekolah ini 200 persen berbeda dengan kepala sekolah yang lama, Irfan Hasibuan yang istrinya Br Pasaribu. Semua guru honor berjumlah 6 orang bekerja dengan semangat.
“Sehingga keharmonisan dan kerukunan serta kekompakan terjalin terus, sehingga kami kehilangan kepala sekolah seperti pak Irfan tersebut,” sedihnya.
Kondisi sekolah yang telah dibangun sekitar 2 tahap yang bterdiri dari 4 lokal. Dua lokal tahap pertama dibangun sekitar tahun 2016 dan tahun kemudian ditambah 2 lokal lagi. Namun kondisi gedung sekolah semenjak 2 tahun terakhir dipimpin oleh Tumanggor, lantai sekolah menjadi tanah, dinding sekolah tidak dicat, papan merek sekolah dengan ukuran 75 cm persegi, sehingga belum diganti yang baru, kaca jendela di belakang dan depan ada yang pecah, sehingga sekolah tidak ada perawatan. (Rahmat Nduru/Derianus Waruwu)