Indramayu, Demokratis
Kegiatan yang biasa disebut normalisasi saluran irigasi sepanjang lebih 3 kilometer, antara Desa Telukagung, Desa Plumbon, Desa Dukuh, Desa Pekandangan Jaya, dan Pekandangan, Kecamatan Indramayu, Jawa Barat, menjadi heboh bagai kegiatan tak bertuan.
Pasal dari arti kegiatan tidak bertuan karena pemilik kegiatan tidak memasang papan informasi kegiatan sesuai Perpres yang berlaku, sehingga ketika kegiatan tersebut ditanyakan kepada Kepala Bidang (Kabid) PSDA dan TTI di Dinas PUPR Indramayu, pada Kamis (25/4/2024), Warhadi belum mengetahui kegiatan tersebut milik siapa, ia hanya mengatakan sabar untuk mencari tahu kebenarannya.
Kehebohan kegiatan tersebut yang berujung polemik atau konflik terungkap saat kegiatan berada di Desa Pekandangan, menurut sumber Demokratis, Rabu (23/4/2024), menyebut bahwa kegiatan pengurasan lumpur tersebut, biaya angkutan pembuangannya dibebankan kepada pihak desa (kuwu).
Modus tersebut sejak dari Desa Telukagung hingga Desa Pekandangan Jaya, jasa angkutan pembuangan lumpurnya menggunakan kendaraan milik Joni (Pekandangan Jaya) dengan biaya Rp250.000 per truk atau rit.
Kemudian dikatakan bahwa ternyata teknis kerjanya yang dibuang itu tanah tanggul yang dikupas dengan kedalaman sesuai kebutuhan, kemudian kedalaman hasil pengupasan tanah tanggul tersebut ditimbun lumpur hasil pengurasan.
Sehingga perusahaan milik Joni menghasilkan dua keuntungan. Keuntungan biaya transportasi dan keuntungan jual tanah tanggul tersebut, dan praktek tersebut dirasa aman-aman saja.
Berbeda ceritanya ketika kegiatan tersebut masuk ke Desa Pekandangan, Kepala Desa (Kuwu) Pekandangan beserta pamongnya tidak mau menggunakan jasa angkutan milik Joni.
Dengan kebijakan desa, kuwu atau pamong menjual tanah tanggul tersebut dengan harga antara Rp80.000 hingga Rp100.000 per truk, dengan syarat angkutannya milik si pembeli. Dengan konsep Kuwu Pekandangan tersebut terjadilah kecemburuan sosial di antara tokoh-tokoh masyarakatnya, sehingga kemarin (25/04/2024) aktifitas beko sempat terhenti.
Ketika diklarifikasi di Balai Desa Pekandangan, media ini mendapat pengakuan dari Tanuri selaku Raksa Bumi (pertanian/pertanahan), yang mengatakan bahwa benar telah menjual tanah tanggul dengan harga minimal Rp80.000 per truk, adapun kebijakan itu dilakukan karena pihaknya tidak memiliki anggaran untuk membayar jasa angkutan buang lumpur seperti yang dilakukan pengusaha Joni. Bahkan menurutnya telah dijual tanah tanggul tersebut keperumahan IBP sejumlah 9 truk.
Sehingga masyarakat pembeli mengangkut sendiri tanahnya. Tanuri juga mengatakan bahwa hari ini, Jumat (26/4/2024) kegiatan distop karena terjadi kesalahpahaman antara pihak desa dengan sejumlah tokoh masyarakatnya, hal itu pun terlihat oleh media ini, kuwu sedang berkomunikasi via handphone dengan nada tinggi kepada salah satu tokoh masyarakat.
Penjelasan yang ditemukan hari ini, Jumat (26/4/2024), berdasarkan keterangan dari tim kerja operator beko (eksavator) mereka berempat menyebut bahwa ini benar proyek perawatan saluran irigasi milik PUPR Indramayu Bidang PSDA-TTI, mereka juga mengatakan sejak dari Desa Telukagung kegiatan ini tidak memiliki papan informasi kegiatan, mereka juga menjelaskan bahwa kegiatan ini bekerja sama dengan pihak kecamatan dan desa dibebani biaya angkutan pembuangan lumpurnya.
Terakhir mereka juga mengaku bahwa tanah yang dibuang bukan lumpur hasil pengurasan, namun tanah tanggul yang dikupas berdasarkan kebutuhan. Bekas kupasan kemudian ditutup atau ditimbun dengan lumpur hasil kurasan.
Demikian kegiatan yang disebut tidak bertuan dan menjadi kehebohan serta polemik antara Desa Pekandangan dan tokoh masyarakatnya, publik berharap Kejaksaan Negeri Indramayu segera bertindak untuk melaksanakan investigasi. Dan hari ini terlihat jasa angkutan pembuangan lumpurnya menggunakan jasa angkutan milik Joni Pekandangan Jaya. (S. Tarigan)