Subang, Demokratis
Ketua Kelompok Tani (Kelota) “Sae Jaya” di Desa Jatijeja, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Crd, dituding melakukan kebohongan publik. Pasalnya, ketika memberikan keterangan keberadaan sapi bantuan program Organisasi Pengelola Pupuk Organik (OPPO) TA 2018 tidak sesuai dengan kenyataan lapangan.
Hal itu diketahui saat pihaknya dikonfirmasi awak media di kediamannya (19/12). Crd yang didampingi Bendaharanya mengaku bila keberadaan sapi masih tersisa 8 ekor, dari jumlah seluruhnya 10 ekor, karena 2 ekornya lagi mati.
“Dari sisa 8 ekor itu, sebanyak 4 ekor berada di kandang sapi, 3 ekor dititipkan di keluarga saya Bendahara Dusun Kiarapayung, 1 ekor dipelihara oleh seorang anggota di Dusun Kertasari,” ujar Crd berkilah.
Sementara saat awak media cross chek lapangan terlihat sapi yang ada di kandang hanya sebanyak 4 ekor, itupun menurut sumber yang milik Kelota hanya 2 ekor, sementara 2 ekornya lagi milik warga setempat yang merupakan pinjaman.
Sebelumnya diberitakan, dari peninjauan awak media di lapangan (5/11) terlihat, atap dan dinding kandang dan kolam persediaan air dalam keadaan rusak dan berantakan serta tidak kedapatan satu ekor pun sapi alias kosong melompong.
“Hal ini berawal dari kucuran dana program OPPO yang diterima sedikitnya Rp 300 jutaan telah dibelanjakan 10 ekor sapi, pembuatan kandang, peralatan proses pembuatan pupuk, belanja mesin rumput dan kendaraan Cator yang harganya semuanya diduga di-mark up,” ujar sejumlah sumber.
Program bersumber APBN TA 2018 via aspirasi DPR – RI, diperuntukan pembelian sapi dan alat mesin pertanian (Alsintan) guna meningkatkan kesejahteraan petani diduga digelapkan oleh Ketua Kelotanya Crd, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara hingga puluhan juta rupiah.
Masih menurut keterangan sumber, sapi-sapi itu dan berikut Alsintan lainnya mestinya digulirkan untuk pengembangan kelompok, namun kini sebagian raib entah hinggap di mana.
Tak hanya itu, bantuan sebelumnya hand traktor, tresser dan Alsintan lainnya juga tidak jelas juntrungannya apakah dijual atau disewakan.
“Ironisnya Ketua Kelota Crd ketika mengelola program dituding memonopoli, sementara pengurus lainnya dan anggota tidak dilibatkan, tapi anehnya yang bukan anggota (masih familinya) dilibatkan, kan aneh?” ujar sumber dengan nada bertanya.
Ketua Kelota Cardi, ketika dikonfirmasi awak media membantah semua tuduhan itu. Menurut pengakuannya sapi-sapi itu masih ada, sebagian dikelola oleh anggota.
Dulu ketika di awal program sapinya kecil-kecil, pembelanjaannya dikoordinir oleh orang dinas. “Agar lestari kini polanya sebagian dipelihara oleh anggota,” kilahnya.
Ketika ditanyakan apakah tersedia buku laporan/neraca sisa hasil usaha (SHU) pada setiap akhir tahun dan apakah ada catatan populasi hasil produksi pengelolaan ternak, Cardi tak mampu memaparkan secara detail perkembangan kegiatan kelompoknya yang dia klaim masih aktif. “Namun secara keseluruhan itung-itungan-nya merugi,” ujarnya.
Terkait akan hal ini, Aktivis Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi Aparatur Negara-RI (LI-TPK AN-RI) Kabupaten Subang Udin Syamsudin SSos mendesak agar aparat penegak hukum segera mengusut dan menyeret oknum yang terlibat hingga ke meja hijau.
“Upaya tersebut merupakan hal yang urgen sebagai sebagai langkah upaya penegakan supremasi hukum sebelum masalahnya semakin meluas,” tandas Udin. (Abh/Esuh)