Tapanuli Selatan, Demokratis
Meskipun masa jabatannya sudah selesai namun keluarga mantan kepala desa tetap saja masih menguasai gedung Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan aset milik Pemerintah Huta Pardomuan.
PAUD Mardaub berlokasi persis di belakang rumah Bedman Simanjuntak di Desa Huta Pardomuan, Kecamatan Sayurmatinggi, Kabupaten Tapanuli Selatan, dibangun sekitar tahun 2018 lalu saat Bedman Simanjuntak menjabat sebagai kepala desa atau sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) APBDesa TA 2017, 2018 dan 2019 dan Ernida Simanjuntak seorang PNS di Kecamatan Tantom Angkola merangkap sebagai Kepala PAUD Mardaub serta James Siregar Ketua BPD saat itu.
“PAUD Mardaub yang memiliki anak didik sekitar 20-an dikuasai oleh keluarga Bedman Simanjuntak. Sekarang ini walaupun kepala desa bukan dari keluarga Bedman Simanjuntak, namun PAUD Mardaub tersebut masih dikuasai keluarganya, yakni Ernida Simanjuntak saudara kandung perempuan dari Bedman yang sekarang rangkap jabatan sebagai Kasi PMD kantor Camat Tantom Angkola,” ujar Jupri Sianipar Kades Huta Pardomuan kepada Demokratis di Sayurmatinggi, Minggu (17/1/2021).
Menurut Jupri, sampai saat ini PAUD Mardaub belum diserahkan kepada Pemerintahan Desa Huta Pardomuan sehingga persoalan ini akan dilaporkan ke Kejaksaan karena diduga keras PAUD tersebut dikuasai oleh keluarga mantan kepala Desa Huta Pardomuan dan kroni-kroninya.
“Sebab, mulai saya menjabat Kades Huta Pardomuan akhir Desember 2020 hingga saat ini, PAUD Mardaub yang berlokasi persis di belakang rumah orangtua Mantan Kades Huta Pardomuan tersebut terus dikuasai oleh keluarga mantan kepala desa dan belum diserahkan ke pemerintahan desa,” tegas Sianipar.
Bedman Siamanjuntak mantan kepala Desa Huta Pardomuan saat dihubungi lewat ponselnya mengatakan bahwa biaya pembangunan PAUD Mardaub Desa Huta Pardomuan dibangun TA 2018 bersumber dari Dana Desa sebesar Rp 100 juta lebih dengan ukuran 6 x 9 meter berlokasi di belakang rumah keluarganya.
Sementara keterangan berbeda justru datang dari Yunan Pulungan Koordinator PAUD di Kecamatan Sayurmatinggi. Menurutnya, bangunan PAUD Mardaub dibangun dari Dana Desa Desa Huta Pardomuan dengan ukuran 6 x 9 meter menelan anggaran sekitar Rp 150-an juta.
Saat Demokratis melakukan pemantauan ke lokasi gedung PAUD Mardaub bahwa masih ada pembangunan pagar dengan volume 50 meter menggunakan anggaran Dana Desa sebesar Rp 33.720.300 tapi di papan informasi proyeknya tidak disebut anggaran tahun berapa. Sehingga ada kesan pelaksanaan pembangunan pagar tersebut tidak transparan karena siapa pengelola kegiatannya juga tidak disebut.
“Ada indikasi James Siregar selaku Ketua BPD Desa Huta Pardomuan tidak melakukan pengawasan terharap kinerja mantan kepala desa saat itu. Ini artinya, Ketua BPD dan Kades diduga melakukan praktek KKN berjamaah,” ujar warga.
Selain itu, Kepala Desa Huta Pardomuan juga mengatakan, tahun anggaran 2017 Pemerintah Desa Huta Pardomuan juga melakukan kegiatan fisik dari Dana Desa untuk rehabilitasi gedung Perpustakaan berukuran 4 x 6 meter berlokasi di depan kantor Pemerintah Huta Pardomuan senilai Rp 141 jutaan.
“Adapun lahan pertapakan atau gedung di atas tanah tersebut diduga telah dihibahkan oleh Edi Simanjuntak, namun kondisi rehab gedung Perpustakaan dari papan informasi proyek anggaran sebesar itu terlalu besar karena diduga di–mark–up,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Mangudut Hutagalung aktivis Lembaga Independen Pengawasan Pejabat & Aparatur Negara Sumatera Utara (LIPPAN SU) mengatakan, seharusnya kalau Bedman Simanjuntak tidak menjabat lagi sebagai Kepala Desa Huta Pardomuan, lebih baik aset Pemerintah Desa itu diserahkan ke Pemerintah Desa Huta Pardomuan yang dipimpin oleh kepala desa yang baru.
“Karena kalau memang PAUD dimaksud milik keluarga Bedman Simanjuntak, kenapa biaya pembangunan gedung dan pagarnya bersumber dari APBDesa Huta Pardomuan? Karena Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 1 menegaskan bahwa pemerintah desa adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegas Hutagalung kepada Demokratis, Senin (18/1/2021).
Menurut Hutagalung, kalau terbukti penggunaan anggaran Dana Desa sebelum tahun 2020, maka kepala desa dan kroninya bisa dijerat dengan pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menyatakan bahwa setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 atau paling banyak Rp 1 miliar,” tegasnya. (UNH)