Jakarta, Demokratis
Puluhan orang tua siswa bersama aktivis melakukan aksi mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah dalam dunia pendidikan. Khususnya, Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di sekolah Negeri.
Aksi dilakukan di kawasan Car Free Day (CFD) Thamrin-Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (7/7/2024). Di bawah rintik hujan, para orang tua bersemangat menyuarakan aspirasinya.
Beragam isi curahan hati mereka tuangkan dalam bentuk poster, mulai dari pesan ‘jangan ada jatah orang dalam di sekolah’ hingga keluhan mahalnya biaya pendidikan ‘dikit-dikit nagih bayaran, itu sekolah atau debt collector’.
Usai aksi, Jubir Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja), Ubaid Matraji meminta pemerintah menghentikan sistem kompetisi tidak sehat dalam perebutan kursi sekolah.
Ubaid menjelaskan, sistem rebutan kursi PPDB ini banyak membuat anak-anak putus sekolah karena tidak lolos sekolah negeri. Sebab, keterbatasan ekonomi yang dimiliki orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
“Mereka saat ini terancam putus sekolah, karena terkendala mahalnya biaya di sekolah swasta. Bahkan, tak sedikit diantara mereka adalah anak-anak penerima KIP dan KJP yang gagal di berbagai jalur PPDB,” kata dia kepada wartawan di lokasi.
Ubaid menegaskan ‘sekolah bebas biaya’ harus disuarakan, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan pemerintah wajib membiayainya.
“Amanah konstitusi ini, dipertegas lagi dalam Pasal 34 UU Sisdiknas, bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya pendidikan tanpa memungut biaya,” kata Ubaid
Ia menyarankan pemerintah bekerjasama dengan sekolah swasta untuk melaksanakan kebijakan sekolah bebas biaya ini. Menurut dia, semua anak harus punya hak yang sama, pemerintah harus menjamin semua anak kebagian bangku sekolah.
“Tidak boleh lagi ada istilah gagal PPDB, karena semua akan akan kebagian kursi. Jika daya tampung sekolah negeri minim, maka pemda wajib melibatkan sekolah swasta,” tuturnya.
Diketahui, Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) membuat sejumlah pihak melakukan kecurangan. Ada temuan ‘siswa titipan’ masuk PPDB yang terungkap dalam investigasi salah satu media nasional serta temuan mengenai pemalsuan data di kartu keluarga.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy telah mengusulkan agar ada pembentukan satuan tugas (Satgas) PPDB yang melibatkan unsur kejaksaan, kepolisian, dan dinas-dinas terkait mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
“Saya kemarin sudah menyampaikan kepada Bapak Presiden, dan sekarang sedang menunggu Keputusan Presiden (Keppres). Kalau nanti Keppres-nya sudah turun, mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa menegakkan betul. Sekarang ini belum ada instrumen yang bisa kita gunakan untuk melakukan penindakan, karena dari unsur kejaksaan dan kepolisian belum terlibat, padahal kan jelas-jelas pelanggaran itu,” kata Muhadjir.
Ia menyayangkan perbuatan ilegal masyarakat yang menggunakan ijazah palsu, memindahkan alamat, atau menggunakan kartu keluarga palsu dalam proses PPDB.
“Masing-masing daerah harus segera mempelajari kasusnya, kan ada data historis sebetulnya kasus PPDB itu kan, tidak semua daerah bermasalah dan dalam satu daerah paling hanya beberapa titik saja yang bermasalah. Itu mestinya sejak awal harus sudah diantisipasi, sehingga sudah ada penyelesaian dan tidak berulang, karena kalau kasusnya berulang, itu berarti pemerintah daerah selama ini tidak melakukan perbaikan atas kasus sebelumnya,” ucapnya. (Dasuki)