Adanya isu konflik intern Kerajaan Saudi Arabia antara kelompok Muhammad bin Salman di satu pihak dengan Saad Al Jabri mantan Kepala Intelijen Kerajaan Arab Saudi di pihak lain muncul kembali. Isu itu terkait dugaan masalah dugaan penghamburan uang negara masa menjadi pejabat.
Seperti dilansir Tempo 23 Juli tahun lalu, namun muncul kembali, dikaitkan kunjungan Wakil Menteri Pertahanan Arab Saudi ke Amerika, baru-baru ini. Jika konflik meluas, maka akan terbuka map rahasia politik Timur Tengah Amerika selama ini. Utamanya adalah dalam hubungan dan saling pengertian Arab Saudi dengan Amerika di bawah Presiden Biden.
Selama ini Amerika tiada ada masalah dan jarak dengan Kerajaan Saudi Arabia, hubungan tradisional mereka begitu rapi ditempa dengan satu pengertian yang mendalam. Biasa-biasa saja, hubungan yang menguntungkan kedua pihak, terbaik untuk Arab Saudi, terbaik untuk Amerika.
Berbeda dengan negara Barat seperti Perancis, Inggris, dan Jerman yang kadang kala mengalami hubungan pasang naik dan surut, atau panas dan dingin. Seperti dengan Perancis, semula ada pertemuan Pangeran MBS dengan Presiden Macron, Maret 2021 lalu, yang menghasilkan kerja sama pembelian senjata Perancis oleh Arab Saudi.
Namun, sontak terganggu oleh kasus kartun Nabi Muhammad. Pemerintah Saudi, negara lainnya protes keras, kesepakatan Macron–MBS itu menjadi gagal, pelaksanaannya tak menentu hingga sekarang. Sebuah ironi.
Kerajaan Arab Saudi dan negara Arab lainnya memang punya kecenderungan bersama Amerika. Sudah berlangsung lama dengan bergantinya pemimpin negara masing-masing. Pengaruh itu berdampak juga terhadap negara Barat lain.
Khusus dalam hubungan Kerajaan Saudi dengan Amerika, belakangan ini notabene konflik internal tetap penting untuk dikaji. Yaitu, bagaimana hubungan kedua negara itu diuji.
Abdullah Muniem, pemikir Mesir yang juga penulis di kolom Al Ahram menyatakan bahwa kedekatan Negara Arab dan Barat Eropa adalah rangkaian sejarah. Ada variasi kedekatan hubungan itu, artinya sama namun tidak serupa.
Bagi pemerhati sejarah, setidaknya variasi hubungan itu dipengaruhi faktor varian berikut:
Pertama, varian kapitalisme Amerika, simboliknya ekonomi global didukung Israel.
Kedua, varian formalis muslim disimbolkan Iran, Yaman.
Ketiga, varian moderasi yang dimunculkan Arab Saudi dan Turki.
Penulis sependapat dengan pemerhati sejarah di atas. Namun, penulis tertarik dengan gerakan Arab Saudi, mengambil langkah cepat. Seperti tak peduli dengan hiruk pikuk politik kawasan di mana ia maju dengan “Vision Saudi Arabia 2030”.
Menarik apa yang ditulis Noor A Ainaboud dalam artikelnya di Saudia Gazeth 22 Juni 2021 dengan judul Saudi Arabia speeds up process of change (Saudi Arabia mempercepat proses perubahan).
Kolumnis tetap wanita di harian Saudia Gazeth yang bermarkas di Riyadh Saudi Arabia itu menyebut enam poin perubahan yang dipacu prosesnya. Yaitu, pendidikan, teknologi, digital, sumber daya manusia, jaminan sosial, media komunikasi, demikian tulis Aina A Ainboud.
Nampaknya Visi 2030 Arab Saudi yang berisi enam poin itu, jadi harapan rakyat Saudi Arabia. Mereka memberi penghargaan tinggi kepada Yang Mulia Raja Salman Raja Kerajaan Saudi Arabia dan Putera Mahkota Mohammad bin Salman (MBS). Semoga berhasil di bawah lindungan Allah Subhanahu wata’ala.
Jakarta, 14 Juli 2021
*) Dr Masud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com