Ajaran Islam tentang kesabaran dan kesulitan mencapai kebahagiaan hidup amatlah penting. Makna kesabaran fungsional dalam kehidupan sehari-hari, yakni terdapat relasi kesabaran dan kebahagiaan yang relevan. Yaitu relasi antara kesabaran, kesulitan dan kebahagiaan.
Perspektif kesabaran dalam kesusahan mencapai kebahagiaan ditulis secara menarik oleh Buya Hamka dalam bukunya berjudul Dalam Lembah Kehidupan. Buku itu berupa kumpulan cerita tentang kesulitan dan kesusahan. Lembah kehidupan dilambangkan dengan kisah derita anak manusia.
Kisah mereka yang ditimpa kesulitan hidup ekonomi, kisah yang bermasalah dengan keluarga dan masyarakat, kisah menderita karena cinta dan perantauan. Hamka menorehkan kisah penderitaan anak manuisa itu dengan pesan kesabaran perlu dalam hidup. Tanpa kesabaran kesulitan akan selalu meresahkan, membuat galau dalam hidup. Hanya kesabaran yang bisa jadi perisau mencapai bahagia. Kesabaran lebih berharga dari emas, suatu ungkapan yang populer dalam masyarakat Melayu. Emas boleh dicari, tapi kesabaran kalau sirna nasib menjadi taruhannya.
Buya Hamka menorehkan pesan dalam bukunya bahwa kesabaran akan diuji oleh kesulitan dan kesabaranlah yang dapat mengatasi kesulitan. Kesabaran melahirkan kebahagiaan, demikian ungkap Hamka.
Ya, begitulah pandangan Hamka, semakin sabar seseorang dalam menghadapi kehidupannya semakin bahagialah hidupnya. Sementara jika hilang kesabarannya, semakin jauh pula kebahagiaan pada dirinya. Ini menjadikan mereka yang sabar adalah ideal, dan didambakan. Bahkan dalam ajaran Islam, orang yang sabar dekat di sisi Allah.
Kesabaran dari sisi etimologi adalah kata benda dari sabar kata sifat. Makna sabar adalah kuat, tahan, kukuh. Lawan makna kata sabar adalah gelisah, ragu dan galau. Artinya kesabaran itu mantap, sementara tidak sabar itu tidak mantap. Kesabaran dan kebahagiaan hidup memiliki relasi positif. Semakin sabar seseorang, semakin bahagialah hidup seseorang. Sebaliknya semakin tidak sabar atau kurang kesabaran seseorang, semakin gundah gelisah hidup pula seseorang. Dengan kata lain, tanpa kesabaran kian jauhlah kebahagiaan.
Begitu pentingnya kesabaran itu dinyatakan dalam Al Quran berulang kali. Kita temukan di dalam Al-Quran terdapat 70 kali kata sabar dari berbagai bentuk kata. Juga dalam bentuk konteks masalah yang beragam.
Seperti diurai dalam kitab Munaizaiil yang ditulis oleh Syekh Abu Sairin Ismail Haarawi makna sabar adalah menahan diri dari hal yang tidak disenangi. Kata sabar juga diartikan sebagai menahan lisan dari menyakiti orang lain.
Sejalan dengan Syekh Abu Sairin Ismail di atas Ibnu Thaimiyah menyebut kesabaran dalam makna yang kontekstual. Ibnu Thaimiyah menekankan konteks makna kesabaran mendominasi kaitan musibah. Kesabaran terhadap menghadapi musibah.
Dalam bukunya Minhaju Sunnah pemikir besar abad ke-7 itu lebih lanjut menekankan jika seorang merasa risih, resah, senjata paling ampuh mengahadapinya adalah sabar, demikian jelas Ibnu Thaimiyah.
Dalam kajian Islam, lebih luas dari konsep, sikap sabar itu diidentikkan dengan qana’ah. Satu sikap hidup merasa cukup dengan apa yang ada. Qana’ah dapat dibentangkan dalam kandungan liam hal penting, yaitu:
Dimensi pertama adalah menahan. Qana’ah adalah suatu kemampuan menahan diri, kukuh tak bergeser.
Dimensi kedua, menerima. Sikap ini adalah keindahan atau keikhlasan dalam menerima kenyataan yang datang menimpa.
Dimensi ketiga yaitu mengharap. Qana’ah dalam dimensi mengharap itu adalah terus berusaha, melakukan sesuatu tanpa henti.
Dimensi keempat, bertawakkal. Dimensi ini percaya dan yakin kepada perlindungan Maha Kuasa.
Dimensi kelima, memohon. Dimensi ini adalah bentuk optimis. Percaya kekuatan permohonan doa, bahwa doa dapat merubah keadaan.
Dari lima sari pati makna qana’ah, di situlah ketangguhan seorang mukmin dalam menghadapi musibah dan tantangan kehidupan. Satu keperkasaan yang tahan ujian dan tantangan.
Hal demikian disimpulkan oleh Imam Ghazali sebagai tingkatan maqam seorang mukmin dalam perjalanannya menuju Allah Ta’ala. Satu paduan sikap komposisi yaitu ihwal keadaan syariat makrifat dan amal pebuatan tindakan.
Bagi Imam Ghazali, kehidupan manusia dalam maqam perjalanan manusia menuju kepada Tuhan diejawantahkan dalam hakikat bentuk sejati, sikap dibuktikan melalui syariat tatanan yang kemudian dimantapkan dalam kalbu atau makrifat. Bentuk penataan sikap itulah, yang membawa manusia sampai kepada Tuhannya. Dalam dimensi syariat, hakikat dan makrifa, demikian Imam Ghazali menyatakan.
Lalu kemudian pertanyaannya, bagaimana menerapkan dalam kehidupan yang nyata. Dari paparan di atas, konsep kesabaran yang identik dengan qana’ah, lalu pandangan Ibnu Thaimiyah antara sabar dan musibah serta pendapat Imam Ghazali maka qana’ah sebagai maqam jalan kehidupan manusia kepada Tuhannya, kita menemukan simpulan bahwa qana’ah itu berfungsi sebagai berikut:
Pertama, fungsi stabilisator.
Kedua adalah fungsi dinamisator.
Ketiga adalah fungsi kontrol.
Akhirnya, dengan sabar kita menerima dan tawakal sebagai stabilisator. Kemudian dengan berusaha dan berdoa, kita dinamis dan dari tawakal dan berserah diri menjadi kontrol hidup.
Kesabaran hadir dengan tiga kelengkapan fungsinya yaitu dinamisator, stabilisator dan kontrol.
Harapannya, kesabaran Insha Allah, diaplikasikan dalam menghadapi masalah, terutama kesulitan dari adanya musibah pandemi masa kini. Insha Allah. ***
Jakarta, 9 Juli 2021
*) DR Masud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta