Rabu, November 13, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kesaksian Firman Soebagyo Tidak Jadi Pertimbangan MK Dalam Menguji UU Cipta Kerja

Jakarta, Demokratis

Wakil Ketua MPR Arsul Sani melakukan kritik atas jangka waktu pembuatan Undang-Undang di DPR RI. Sebab, ada proses yang pembahasannya lambat sekali disahkan menjadi Undang-Undang, sebaliknya sejumlah Undang-Undang disahkan dalam tempo cepat.

Ia juga mempertanyakan aturan pelibatan uji publik atas RUU selama ini tidak jelas ukurannya seberapa banyak dari 270 juta jumlah penduduk yang jadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) hingga sampai UU Cipta Kerja dibatalkan.

“Putusan MK merupakan putusan kedua yang menguji UU terkait materi formil padahal dalam revisi naskah UUD 1945 kewenangan MK hanya menguji aturan materiil atas Undang-Ungang atas UUD. Bukan menguji UU atas UU seperti yang diputus MK dalam judicial review UU Cipta Kerja,” ujar Arsul.

Firman Soebagyo anggota DPR RI sebagai saksi fakta dari Badan Legislasi DPR RI saat judicial review UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi mengatakan sudah menjelaskan satu per satu organisasi buruh yang pro dan kontra RUU Cipta Kerja.

Namun, ujarnya, di dalam amar putusan MK justru, keterangan saksi fakta yakni dirinya sendiri malah diabaikan dalam putusan Mahkamah Konstitusi itu.

“Saya jadi agak bertanya-tanya ada apa ini. Akan tetapi karena ini sudah menjadi putusan sudah final dan mengikat,” katanya di Jakarta, Senin (29/11/2021).

“Selanjutnya saya akan menghormatinya. Kita akan patuh, kita akan tunduk pada putusan MK,” tambahnya.

Untuk selanjutnya, tambahnya, fokus revisi nanti adalah bagaimana yang dianggap inkonstitusional menjadi konstitusional dan pihaknya akan merevisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Undang-Undang.

“Nanti, itu kita akan normakan frasa Omnibus Law artinya kalau sudah jadi materiil maka akan menjadi konstitusional, persoalannya akan selesai,” tegasnya.

Menuruntya, yang penting adalah yang diputuskan MK tidak ada satupun pasal-pasal yang dibatalkan dari UU Cipta Kerja.

“Penyempurnaan UU akan dimulai tahapan-tahapannya di bulan Desember ini. Untuk itu, kita akan masukkan di program Legislasi Nasional 2022,” jelasnya.

MK memutuskan membatalkan UU Cipta Kerja jika tidak direvisi dalam tempo dua tahun yang akan datang.

Secara terpisah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan putusan uji formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus menjadi pelajaran bagi pemerintah dan DPR.

“Bahwa enggak bisa lagi semberang membuat UU karena sudah ada mekanisme kontrol konstitusional melalui peradilan uji formil di MK,” ujar Jimly, Rabu (1/12/2021).

Menurutnya, putusan MK terkait UU Cipta Kerja tersebut sekaligus menegaskan bawah uji formil terhadap suatu Undang-Undang jauh lebih strategis.

“Mudah-mudahan ini jadi referensi untuk menilai kinerja pembentukan hukum di masa depan. Ini saya kira catatan yang sangat penting,” imbuhnya.

Mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra berpandangan, pemerintah dan DPR perlu mengkaji materi substansi Undang-Undang Cipta Kerja setelah menyelesaikan persoalan formilnya.

“Oleh karena Mahkamah Konstitusi belum memasuki ranah materiil dalam pengujiannya. MK baru menguji formil yang hasilnya menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat,” jelasnya.

“Itu berarti prosedur pembentukannya harus dibuat konstitusional lebih dahulu, baru kemudian dikaji ulang materi pengaturannya oleh Pemerintah dan DPR, apakah ada yang inkonstitusional atau tidak,” kata Yusril.

Menurut Yusril, ide untuk merevisi UU Penyusunan Undang-Undang terlebih dahulu sebelum merevisi UU Cipta Kerja merupakan langkah yang tepat karena pembuatan atau perubahan UU melalui metode Omnibus Law belum dikenal dalam UU.

Namun, ia menegaskan, hal itu tidak berarti persoalan formil pada UU Cipta Kerja otomatis tuntas karena hasil revisi UU Pembutan Undang-Undang juga tidak berlaku surut.

Ketua DPR Puan Maharani bekomitmen mengupayakan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja lewat Program Legislasi Nasional Prioritas 2022. Ia menekankan, perbaikan UU Cipta Kerja dilakukan secara cepat dan tidak boleh melebihi batas waktu yang diputuskan Mahkamah Konstitusi. “Kami akan mengupayakan revisi perbaikan masuk Prolegnas Prioritas Tahun 2022,” kata Puan. (Erwin Kurai Bogori)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles