Jumat, Juli 4, 2025

Ketua KPK: Arahan Pimpinan Bisa Jadi Awal Mula Praktik Korupsi

Jakarta, Demokratis

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan korupsi bisa terjadi karena persengkokolan bahkan bukan tak mungkin karena ada arahan pimpinan. Apalagi, jika praktik lancung itu meliputi proyek fiktif hingga pengadaan yang tak sesuai kebutuhan.

Hal ini disampaikan Setyo di hadapan jajaran Direktur Reserse se-Indonesia ketika menghadiri Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Fungsi Reskrim Polri Tahun Anggaran 2025 secara daring dan luring di Aula Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (16/4/2025).

“Biasanya modus ini dilakukan dengan persekongkolan, bukan hanya dilakukan oleh pelaksana teknis tapi juga arahan pimpinan. Ini bukan hal baru dan yang jadi bahaya adalah jika kebocoran ini berubah jadi budaya bahkan dianggap kearifan lokal,” kata Setyo seperti dikutip dari keterangan resmi KPK, Sabtu (19/4/2025).

Setyo kemudian menyoroti lonjakan defisit APBN yang mencapai Rp309,2 triliun per Oktober 2024, atau setara 1,37 persen dari PDB akibat adanya kebocoran. Angka ini disebutnya melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan Agustus 2024 yang hanya Rp153,7 triliun.

Kondisi ini, sambung Setyo, dinilai tak melulu akibat ketidakmampuan fiskal melainkan juga terkait tata kelola anggaran yang rentan dimanipulasi. Sehingga, dia mengingatkan perlunya konsolidasi strategis antar aparat penegak hukum seperti KPK dan Polri.

“Kita harus bersinergi dalam membangun sistem yang benar-benar transparan dan akuntabel dengan penegakan hukum penuh tanggung jawab. Karena sebaik apapun sistemnya, tetap ada risiko jika tidak ada keseriusan dalam penegakan hukum,” tegas mantan Direktur Penyidikan KPK ini.

Setidaknya, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan. Dari sisi pencegahan, Setyo bilang, pengawasan ketat bisa dilakukan dengan memanfaatkan digitalisasi, transparansi, penguatan peran Survei Penilaian Integritas (SPI), pendidikan antikorupsi, akuntabilitas, dan optimalisasi Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) dan whistleblowing system (WBS).

“Sementara dari sisi penegakan hukum harus dilakukan penindakan secara efektif dan efisien, dengan pendekatan keadilan untuk memberikan efek jera dan manfaat pasti bagi masyarakat,” jelasnya.

Setyo juga menyoroti optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara melalui mekanisme asset recovery juga harus dilakukan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan seperti menerapkan hukuman tambahan berupa uang pengganti, merampas barang hasil korupsi hingga memanfaatkan aset sitaan.

KPK disebutnya telah melakukan asset recovery pada 2024 lalu dan mengembalikan Rp739,6 miliar ke negara. Setyo bilang cara ini penting supaya manfaat dari upaya pemberantasan korupsi bisa terasa.

“Silakan menangani perkara, tapi harapannya ada asset recovery. Ada pengembalian yang bisa dilakukan agar mengurangi defisit negara. Karena kalau tidak kita lakukan itu, habis,” pungkas Setyo. (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles