Subang, Demokratis
Dugaan aneka praktek kekuasaan yang korup dan bermental maling serta kerap menyimpang dari etika pemerintahan yang bersih (clean goverment) telah memakzulkan impian kesejahteraan warga penduduk Desa Padamulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.
Sejumlah kalangan di desa itu menuding bila oknum mantan Kepala Desanya Momo telah menyalahgunakan kekuasaannya dengan tujuan menguntungkan pribadi atau golongannya, sehingga meresahkan dan merugikan keuangan negra/desa hingga miliaran rupiah.
Tudingan miring yang dialamatkan kepada Momo itu seperti surat pengaduan warga ihwal adanya indikasi penyelewengan keuangan desa, yang hendak dilayangkan ke Kejari Subang dan ditembuskan ke sejumlah instansi di antaranya Bupati Subang, Kapolres Subang, Camat Cipunagara, Gubenur Provinsi Jabar dan Kejati Jabar.
Warga menuding mantan Kepala Desa Momo selaku Pengguna Anggaran (PA) dalam mengelola keuangan desa TA 2018 dan 2019 sarat kongkalingkong dan tercium bau aroma kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa hingga lebih dari 2 miliaran rupiah.
Dalam surat pengaduan yang ditandatangani sejumlah anggota BPD Padamulya dan tokoh masyarakat di atas materai Rp 6000 itu mengemuka tidak hanya ditudingkan ke mantan Kades Padamulya Momo yang membancak keuangan desa bersumber Dana Bandes (dulu lazim disebut dana aspirasi), tetapi turut terlibat disebut-sebut nama H Lupi/Ade (pihak ketiga/pemborong) dan oknum anggota DPRD Subang yang terhormat berinisial HP atau lebih akrab disapa Boeng.
Hasil investigasi dan beberapa keterangan sumber dihimpun awak media menyebut, dana Bantuan Desa (Bandes) yang diduga tidak direalisasi sama sekali (ditilep-Red) APBD-P TA 2018 sebesar Rp 950 juta diperuntukan membangun pengerasan jalan di Kp Bbk Bandung tersebar di 9 tititk. Dana Bandes bersumber APBD-P TA 2019 sebesar Rp 1 miliar diperuntukan pembangunan tembok penahan tanah (TPT) jalan lingkungan dan jalan poros desa tersebar di 10 titik sejumlah kampung/dusun.
Sementara program/kegiatan pembangunan yang mangkrak dibiayai dari berbagai sumber di antaranya: Jalan Rigid Dsn Langkap biaya Rp 24.720.100 (Dana Desa/DD), Normalisasi saluran (RT 12/03) sebesar Rp 10.331.500 (DD), Rehab Madrasah di Kp Santoaan (RT 16/04) sebesar Rp 30.000.000 (DD), Rehab kantor desa (lanjutan) sebesar Rp 100.000.000 (Banprov), membangun 3 unit jamban keluarga sebesar Rp 2.000.000 (BKUD/K), Pelatihan pembuatan jamban keluarga sebesar Rp 300.000 (BKUD/K), Honor Ketua RT Rp 16.000.000 (BKUD/K), Honor Ketua RT Rp 17.000.000 (ADD), Biaya pemasangan internet Rp 2.700.000 (ADD), Pengadaan kipas angin uap Rp 3.500.000, pengadaan AC 2PK Rp 4.000.000 (ADD), Normalisasi saluran Dsn Langkap (RT 13/03) Rp 23.224.880 (DD), Pembangunan TPT Dsn Sarpadasih Rp 46.000.000 (DD), Pembangunan drainase DSn Langkap Rp 88.871.620 (DD) dan Pembangunan jalan beton (rigid) jalan lingkungan (Jaling) di Dsn Langkap RT 12/03 Rp 25.000.000 (BKUD/K).
Ketika awak media mewawancarai sejumlah Ketua RT di antaranya RT 03/01 Endang Taher membenarkan bila Jaling-jaling di Kp Bbk Bandung dimana lokasi penetapan kegiatan yang dibiayai dari Bandes TA 2018 (APBD-P) tidak pernah ada. “Lagian jalan lingkungan di Kp Bbk Bandung seluruhnya sudah diaspal,” tandasnya.
Pengakuan Taher itu dikuatkan Ketua BPD Nana Wikarna saat ditemui di kediamnnya, pihaknya membenarkan bila program/kegiatan yang direncanakan dibiayai dari Bandes baik APBD-P TA 2018 dan 2019 tidak ada yang realisasikan.
“Padahal pihaknya berharap bila dana sebesar miliaran itu direalisasikan mantan Kades Padamulya Momo, akan besar manfaatnya terkait roda pemerintahan dan perekonomian warga Desa Padamulya. Temuan IRDA TA 2019 senilai Rp 200 jutaan mantan Kades Momo hanya baru mengembalikan Rp 30 jutaan,” ujarnya.
Mantan Kades Padamulya Momo saat masih menjabat ketika dikonfirmasi hal itu melalui surat No 108/Biro-Sbg/Konf/VII/2019 tidak berkenan menjawab.
Namun secara lisan Momo menerangkan bila seluruh program/kegiatan berbiaya dari dana Bandes sudah diserahkan pekerjaannya kepada H Lupi selaku pihak ketiga (pemborong-Red).
Sementara itu, H Lupi ketika dihubungi di kediamannya di Pagaden beberapa waktu silam tidak bersedia memberikan tanggapan. Namun menurut sumber, H Lupi adalah orang yang berperan memfasilitasi dengan aspirator (oknum anggota dewan) guna menggolkan proyek dana Bandes sekaligus mendanai kepentingan operasional (membayar inden/down payment) dan komitmen tertentu dengan mantan Kades Padamulya.
Di kesempatan terpisah, Aktivis Lembaga Investigasi Tindak Pidana Koprupsi Aparatur Negara RI (LI – TPK AN RI) Kabupaten Subang Udin Syamsudin SH saat dimintai tanggapan di kediamannya via Whats App 08132001xxxx (27/1) menyatakan sangat apresiatif, pihaknya mempertanyakan kinerja mantan Kades Padamulya Momo ketika membuat laporan progress report bulanan kepada Bupati saat itu, karena pada hakekatnya Kades sebagai Pengguna Anggaran (PA) harus mempertanggung jawabkan seluruh keuangan desa.
Ketika tidak terdapat situasi force majure, rasanya aneh jika kegiatan belum bisa dilaksanakan. Lagian kenapa diborongkan kepada pihak ketiga, semestinya dikerjakan oleh PPTK atau memungkinkan dibantu TPKD yang personalianya dari unsur lembaga kemasyarakatan dan masyarakat terampil, hal ini agar misi program terkait pemberdayaan masyarakat terwujud.
Menurut Udin Dana Desa, Alokasi Dana Desa dan lainnya merupakan sumber keuangan desa yang diberikan Pemerintah Pusat maupun Provinsi dan Pemkab kepada Pemerintah Desa bukan merupakan bantuan tetapi hak masyarakat desa.
Dikatakannya, payung hukum terkait dana desa sudah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Pasal 72, ayat (4) UU Nomor 6 Tahun 2014, tentang Desa dan Pasal 96 PP Nomor 47 Tahun 2015. “Jika mengacu pada UU tersebut, artinya kita melihat bahwa dana desa bukan merupakan bantuan, tetapi merupakan hak masyarakat desa. Namun yang harus digarisbawahi meski menjadi hak masyarakat, dari pengelolaan dana tersebut masyarakat desa tetap memberikan laporan pertanggung jawaban terhadap belanja desa itu sesuai mekanisme sebagaimana diatur dalam UU,” terangnya.
Jadi, tambahnya, masyarakat di era reformasi ini dituntut untuk pintar dan berani, mana yang menjadi hak mereka (masyarakat) dan mana hak kepala desa. Hak kepala desa untuk di anggaran itu hanya sebatas gaji dan jika uang yang diperuntukkan pembangunan itu adalah hak masyarakat.
“Semua masyarakat desa yang mendapat bantuan dana dari pemerintah atasnya, wajib beramai-ramai mempertanyakan dan mengetahui RAB bangunan desa. Apabila kepala desa tidak mau transparan, masyarakat beramai-ramai bisa mendesak kepala desa untuk mundur dari jabatannya, lantaran kepala desa ybs dianggap tidak mampu menjadi pelayan desa,” tandasnya.
Pihaknya berjanji akan membawa kasus ini ke ranah hukum, dengan data-data yuridis yang sudah diperolehnya.
Selain itu pihaknya juga mendesak aparat pengawas seperti Inspektorat Daerah (Irda) Kabupaten Subang dan penegak hukum Kepolisian dan Kejaksaan Negeri Subang segera menyelidiki terendusnya kasus-kasus pelanggaran hukum ini. “Jerat oknum pelakunya hingga bisa diseret ke meja hijau, bila terbukti beri hukuman setimpal agar ada efek jera karena dana itu berasal dari uang rakyat yang dihimpun melalui pajak yang benar-benar harus dipertanggungjawabkan,” tandasnya. (Abh)