Demi merealisasikan prasyarat terhadap diri maka Imam Al Ghazali harus bersikap apatis kepada harta benda, pada jabatan, dan juga putra putranya. Dia pun meninggalkan profesinya sebagai pengajar, yang kemudian keluar dari kota Baghdad, dengan melepas seluruh harta benda yang dimilikinya.
Hidup menyendiri dalam khalwat, tidak bercampur dengan populasi manusia. Menggeluti aktivitas baru. Yaitu, bermujahadah dan olah jiwa (Riyadhah). Membersihkan hati, dan memurnikan jiwa yang tenggelam dalam kontuinitas dzikir kepada Allah SWT. Itulah awal sang imam meniti jalan aktual praktis demi mencapai hakikat.
Daya tahan sang hujjah Islam ini dalam menghadapi polemik hati, tergambar dalam pernyataannya “aku beritikaf selama setahun dalam satu masjid di Damaskus, tempatnya di satu menara masjid yang paling tinggi di siang hari, dan pintunya aku tutup rapat”. Kemudian sang imam melanjutkan perjalanan Itikafnya ke Baitul Maqdis, beritikaf setiap hari dan pintu masjid pun di tutup. Selanjutnya bergerak menuju Makkah untuk menunaikan ibadah Haji, dan berharap berkah dari kesucian kota Makkah dan Madinah. Perjalanan pun terus ke Hijaz.
Dalam proses khalwat, terungkaplah sejumlah rahasia yang tidak bisa di hitung dengan bilangan, untuk menjadikan keyakinan sang Imam, bahwa kaum sufi ternyata lebih dahulu meniti jalan Tuhan. Jejak hidup mereka lebih mulia dan bernilai. Seluruh gerak dan diam, zahir dan batin terpancar dari cahaya kerasulan.
Sang imam menambahkan, “siapa pun jika tidak di anugrahi sifat Dzauq, maka bila ia faham hakikat kerasulan itu hanya sekedar nama dan kata-kata saja. Sementara di balik nama luar ia semakin menjauhi hakikat. Sebab hal itu hanya dapat di ketahui dengan Dzauq dan suara hati (wujdan)”.
Makrifat terhalang dari seluruh mahluk, kecuali ahli Kasyf. Karena orang yang selain mereka, digolongkan sebagai orang awam. Dalam pandangannya, orang awam itu mencakup ahli fikih, ahli hadits, ahli tafsir, ahli bahasa, filsuf dan theologian. Pemikiran sang imam besar tersebut, tertuang dalam kitab Iljaam Al Awam dan Uhya Uluum Ad-Diin. Wasallam. ***