Kamis, Oktober 31, 2024

Kisah Utusan Baduy Menghadap Presiden Soeharto

Berpakaian kain sarung hitam dengan baju hitam pula, tutup kepala berwarna biru tua dan tanpa alas kaki. Jaro Nakiwin dari Kanekes agak tegang memasuki ruang kerja Presiden Soeharto di Bina Graha pada Senin, 27 Mei 1985.

Jaro Nakiwin diutus tiga puun (kepala adat) Baduy untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian dan bantuan yang diberikan Presiden Soeharto kepada masyarakat Baduy. Menurutnya masyarakat Baduy mendoakan keselamatan presiden dan seluruh keluarga dan mengharapkan selalu berhasil dalam segala tugas memimpin negara dan bangsa.

Nakiwin ditemani Aspan Sudiro, staf Menko Kesra. Aspan mengira Nakiwin tidak bisa berbahasa Indonesia. Ternyata dia lancar berbahasa Indonesia dengan dialek Sunda Banten yang kental. Menurutnya, Nakiwin dan presiden membicarakan keadaan masyarakat Baduy pada umumnya; bagaimana mereka bertani, yang antara lain menanam talas, kelapa, pisang, jagung dan lainnya.

Nakiwin rupanya sering datang ke Jakarta sebagai “duta” masyarakat Baduy. Dia mengatakan bahwa masyarakat Baduy ingin hidup tentram dan damai dengan menjalani hidup sesuai adat dan tradisi. Oleh karena itu, mereka memohon kepada pemerintah untuk memberikan perlindungan dari berbagai usaha perusakan.

Sebaliknya, Soeharto berpesan kepada Nakiwin, agar masyarakat Baduy menjaga kelestarian alam dan lingkungannya. Menurut Aspan, secara naluriah apa yang dipesankan presiden sudah dijalankan masyarakat Baduy. Menurut adat istiadat, masyarakat Baduy dilarang mengubah keadaan alam seperti menebang pohon sembarangan, membuang sampah ke sungai dan lainnya.

“Suku Baduy adalah masyarakat yang paling patuh terhadap segala peraturan itu,” kata Aspan.

Sebelum meninggalkan ruang kerja presiden, Nakiwin mendapat dua bingkisan besar berisi rokok. Presiden juga titip salam untuk seluruh masyarakat Baduy. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles