Jakarta, Demokratis
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada sekitar tiga orang penghuni kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin yang meninggal dunia. Hal ini diketahui setelah mereka datang langsung dan meminta keterangan dari sejumlah pihak.
“(Korban meninggal, red) diduga lebih dari tiga orang,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (7/2/2022).
Anam mengatakan angka tersebut sangat mungkin bertambah. Apalagi, pendalaman masih terus dilakukan sejauh ini.
“Saat ini kami sedang mendalami lagi karena potensial juga bertambah,” tegasnya.
Anam mengatakan dugaan korban tewas ini nantinya akan dikonfirmasi kepada Terbit. Sehingga, dia berharap bupati tersebut bisa kooperatif apalagi ada berbagai dokumen yang dibawa pihaknya.
Termasuk dokumen yang mencatat adanya temuan kekerasan, bentuk kekerasan yang dilakukan, pola kekerasan, hingga alat yang digunakan untuk melakukan kekerasan.
“Banyak hal yang kami temukan dari kondisi, sejarah, kondisi sampai kekerasan, dan kekerasan yang hilangkan nyawa. Semoga dia (Terbit Rencana, red) kooperatif karena ini hak juga haknya dia untuk memberikan informasi apapun menurut dia,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemeriksaan yang akan dilakukan Komnas HAM terhadap Terbit dilakukan di KPK. Penyebabnya, Terbit saat ini merupakan tersangka dugaan suap infrastruktur di Pemkab Langkat, Sumatera Utara.
Sebagai informasi, keberadaan kerangkeng manusia yang diduga sebagai bentuk perbudakan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terungkap setelah KPK datang ke sana untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).
Alih-alih menemukan Terbit, tim KPK justru menemukan sejumlah orang yang terkurung di sebuah kerangkeng besi. Saat itu mereka mengaku sebagai pekerja sawit di lahan milik Terbit.
Selanjutnya, temuan ini dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM. Dalam laporannya, mereka menyebut para penghuni kerangkeng manusia mendapatkan perilaku kejam seperti kekerasan, makan tidak teratur, tidak dibayar saat bekerja di kebun sawit milik Terbit dan akses komunikasi dengan orang luar dibatasi. (Dasuki)