Selasa, November 5, 2024

Konfirmasi Tertulis Dugaan Kasus Korupsi Program Refocusing Tanam Kedelai Belum Dijawab

Indramayu, Demokratis

Pemerintah pusat melalui nawacita Presiden Jokowi, agar Indonesia mencapai masa kejayaan swasembada pangan, diantaranya dengan penanaman komoditi kedelai. Kementerian pertanian melalui Dirjen Tanaman Pangan, menggulirkan program refochusing tanam kedelai pada Tahun Anggaran (TA) 2017.

Program tersebut merupakan program lanjutan Perluasan Area Tanam (PAT) TA 2017, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Kementerian Pertanian (Kementan) selain menggulirkan program reguler, kementerian pertanian juga melakukan perluasan area tanam. Yang bekerja sama dengan perum perhutani divisi region jabar banten.

Untuk kabupaten Indramayu Jawa barat, kementerian pertanian telah mengucurkan bantuan program refocusing tanam kedelai senilai hampir mencapai Rp.10 miliar pada TA 2017. Dengan luasan area tanam 7.040 hektar, yang terbagi di 3 (tiga) kecamatan, yaitu, [1]- di Kecamatan Kroya. [2]- di Kecamatan Gantar, [3]- di Kecamatan Terisi.

Program tersebut di laksanakan oleh 171 kelompok kerja (pokja) dan terdiri dari 3 (tiga) koordinator kelompok kerja (koor-pokja). Sebagai operator dalam kegiatan program tersebut yakni perum perhutani sebagai Kuasa Pemangku Hutan (KPH) Indramayu dan Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu. Perum perhutani bertugas dan berwenang menyusun data Calon Penerima Calon Lahan (CPCL), hal itu sebagai syarat pengajuan bantuan.

Setelah terbentuk dan lengkap CPCL di serahkan kepada Dinas Pertanian melalui Kepala Bidang (Kabid) Tanaman pangan yang pada saat itu dijabat oleh Ir. H Takmid, kemudian ditanda tangani dan di sahkan oleh dinas pertanian, selanjutnya sebagai proposal penerima bantuan diusulkan atau di ajukan ke Menteri Pertanian (Cq) Direktorat Jendral (Dirjen) Tanaman Pangan.

CPCL disusun sesuai dengan fakta dan keberadaan Kelompok Tani Hutan (KTH) yang selama ini aktif menggarap lahan hutan, setelah usulan CPCL di tindak lanjuti oleh kementerian pertanian, selanjutnya setiap pokja diwajibkan untuk membuat atau membuka rekening kelompok yang sudah terbentuk melalui pokja di Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang indramayu, kemudian pokja hanya membawa syarat umum untuk membuka rekening baru.

Untuk biaya saldo awal di buku tabungan, pihak perhutani menggandeng seorang pengusaha bernama Ibu Wanda. Jumlah biaya buka rekening untuk 171 pokja senilai Rp.34.200.000. hal itu dari uraian 171 pokja di kali Rp 200.000 biaya per-rekening, biaya tersebut di tanggung lebih awal oleh Ibu Wanda.

Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan sesuai pedoman umum program PAT tahun 2017 yaitu Ir H Takmid melakukan penunjukan pengusaha sebagai rekanan, baik penyedia bibit kedelai maupun sarana obat – obatan pertanian. Rekanan penyedia bibit kedelai dan obat rhizobium ditunjuk yaitu Ibu Wanda, pengusaha dari jawa timur. Sedangkan untuk sarana seperti insektisida, pestisida dan Pupuk

Organik Cair (POC) telah di tunjuk sebagai rekanan yaitu Ibu Mayang pengusaha dari Cianjur Jawa Barat.

Kemudian saat proses pencairan rekening di BRI indramayu, pokja tidak mendapat atau menerima uang tunai, melainkan pencairan uang tersebut langsung ditransfer ke rekening pengusaha penyedia barang, selanjutnya masing – masing pokja sudah bisa mengambil bibit dan sarana lainnya di gudang milik perhutani yang ada di Cikamurang. Pengusaha penyedia bibit kedelai juga menggandeng para penangkar bibit lokal, penangkar tersebut sudah memiliki ijin sertifikasi dari balai sertifikasi benih dengan berhak mengeluarkan label.

Kepentingannya yang diperoleh dari penangkar hanya sifatnya dapat menggunakan sertifikasinya. Kemudian lahan yang diusulkan perhutani dalam format CPCL diduga tidak susai dengan luas lahan yang ditanam.

Setiap kordinator pokja di wajibkan setor ke oknum PPK senilai antara Rp 50-100 juta per – koor – pokja, dinyatakan bahwa sumber uang tersebut berasal dari biaya pembelian sarana yang hanya dibelanjakan sebanyak 50 persen, dari kebutuhan bibit kedelai sejumlah 352 ton, sehingga bibit kedelai sejumlah 176 ton, bibit kedelai yang bersertifikat hanya 50 ton. Sisa 126 ton terdiri dari jenis bibit kedelai kualitas kosumsi yang telah di labeli sertifikasi dengan harga pasar kisaran Rp.7000 per – kilogram.

Berdasarkan hitungan dari petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Bahwa bantuan program tersebut dari pemerintah senilai Rp.1.380.000 diberikan kepada masing – masing pokja melalui rekeningnya dan di wajibkan untuk membeli sarana sebagai berikut, [1]- bibit kedelai bersertifikat sebanyak 50 kilo gram per – hektar, [2]- rhizobium 5 dus per – hektar, [3]- insektisida 2 liter per – hektar, [4]- Pupuk Organik Cair (POC) 5 liter per – hektar [5]- herbisida 2 liter per – hektar.

(A).Dari uraian tersebut didapat asumsi bila anggaran untuk membeli bibit kedelai dan sarananya senilai Rp 1.380.000 per – hektar dan digunakan untuk area tanam seluas 7.040 hektar maka didapat angka penggunaan anggaran sebanyak Rp.9.715.200.000. Bila jumlah anggaran bantuan dari pemerintah senilai Rp.10 miliar kemudian dikurangi dengan penggunaan anggaran senilai Rp.9.715.200.000, maka terdapat sisa anggaran sebanyak Rp.284.800.000.

Selanjutnya, jika ketika dihitung berdasarkan juklak dan juknis pengelolaan produksi kedelai tahun 2017, harga dan satuan bibit serta sarananya persatu hektar adalah sebagai berikut, [1]. Bibit kedelai bersetifikat dengan harga Rp.10.320 per – kilogram dikalikan 50 kilogram bibit kedelai per – hektar terdapat nilai Rp.516.000.

[2]. Rhizobium 5 Dus per – hektar terdapat nilai Rp.45.200.

[3]. Insektisida 2 liter per – hektar terdapat nilai Rp.125.000.

[4]. POC 5 liter per – hektar terdapat nilai Rp.140.000.

[5]. Herbisida 2 liter per – hektar terdapat nilai Rp.45.000.

Kemudian terdapat jumlah nilai Rp.871.200.

(B). Dari uraian tersebut mendapat asumsi atau dugaan sebagai berikut, bahwa biaya bibit kedelai dan sarananya sesuai juklak maupun juknis yakni Rp.871.200 per – hektar di kalikan 7.040 hektar lahan, sehingga terdapat jumlah biaya senilai Rp.6.133.248.000.

Sehingga, bahwa hitungan dari fakta di lapangan biaya untuk membeli bibit kedelai dan sarananya sesuai rencana umum kerja (RUK) persatu hektar adalah

[1]. Bibit kedelai bersertifikat dan sarananya sesuai dengan harga RUK Rp.14.000 per – kilogram dikalikan 50 kilogram per – hektar terdapat nilai Rp.700.000, [2]. Rhizobium 5 Dus per – hektar terdapat nilai Rp.48.000, [3]. Insektisida 2 liter per – hektar terdapat nilai Rp.160.000, [4]. POC 5 liter per – hektar terdapat nilai Rp.200.000, [5]. Herbisida 2 liter per – hektar terdapat nilai Rp.60.000. Jumlah biaya bibit kedelai bersertifikat dengan sarananya sesuai harga RUK senilai Rp.1.168.000.

Dari uraian tersebut mendapat dugaan dan asumsi nilai sebagai berikut, yakni biaya pembelian bibit dan sarananya Rp.1.168.000 per – hektar dikalikan 7.040 hektar luas lahan, sehingga terdapat angka biaya sebanyak Rp.8.222.720.000.

(C). Bahwa dari hasil uraian di item A dan B terdapat selisih angka biaya dan harga pembelian bibit kedelai dan sarananya yakni sebanyak Rp.2.089.472.000 dengan harga sesuai RUK. Hal itu ketika dikurangi dari harga juklak maupun juknis. Selisihnya bukan Rp.1.985.400.000 yaitu angka dari

hasil hitungan fakta lain.

(D). Bahwa dari kebutuhan bibit kedelai beserta sarananya sebanyak 7.040 hektar dikalikan 50 kilogram per – hektar terdapat jumlah 352 ton bibit kedelai. Sementara yang didistribusikan sebanyak 176 ton terdiri dari sebanyak 50 ton bibit kedelai bersertifikat sebnayak 120 tonnya kedelai bukan bibit namun kedelai berkualitas konsumsi yang telah diberi label sertifikasi.

Bahwa sesuai harga RUK bibit kedelai bersertifikasi harganya Rp.14.000 per – kilogram. Untuk harga kedelai kualitas konsumsi diperkirakan dengan harga Rp.7.000 per – kilogram. Sehingga dari uraian tersebut terjadi lagi selisih angka dari harga dan volume pengadaan bibit kedelai senilai Rp.882.000.000. Hal itu bukan selisih Rp.875.000.000 angka tersebut dari hasil hitungan fakta lainnya.

(E). Fakta dan temuan di lapangan ada dari 3 kelompok tani diduga fiktif. 3 kelompok tani tersebut tertulis menguasai dan memiliki lahan seluas 150 hektar di wilayah Kecamatan Gantar. Sebagai kordinator pokja bernama Karwita alias Engke.

Fakta itu diasumsikan telah merugikan negara dengan hitungan 150 hektar lahan fiktif dikalikan Rp.1.380.000 per – hektar jumlah yang diberikan pemerintah untuk membeli bibit kedelai dan sarananya, sehingga terdapat nilai kerugian negara Rp.207.000.000 dan bukan senilai Rp.180.000.000 dari hasil hitungan fakta lainnya. Dari uraian tersebut diatas, bahwa Ir H Takmid selaku PPK pada saat itu diduga kuat telah melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Rekapitulasi Kerugian Negara dari sumber anggaran Tahun 2017 senilai Rp.10 Miliar yang telah dihitung tercatat sebagai berikut.

[1]. Program penanaman Kedelai dari Kementerian Pertanian seluas 7.040 Hektare dengan Rincian biaya beli bibit kedelai dan sarananya senilai Rp.1.380.000 (Satu juta tiga ratus delapan puluh ribu rupiah), yang melibatkan 171 Kelompok kerja tani terdiri dari 3 Koordinator kelompok kerja tani. Ternyata dari uraian tersebut, uang Negara Rp.10 Miliar hanya terpakai senilai Rp 9.715.200.000 (Sembilan miliar tujuh ratus lima belas juta dua ratus ribu rupiah), sehingga ada tersisa anggaran Negara sebesar Rp.284.800.000 (Dua ratus delapan puluh empat delapan ratus ribu rupiah).

[2]. Biaya uang Negara senilai Rp.10 Miliar yang terpakai atau digunakan versi hitungan Juklak dan Juknis (RESMI) hanya senilai Rp.6.133.248.000 (Enam Miliar seratus tiga puluh tiga dua ratus empat puluh delapan ribu rupiah), maka anggaran Negara yang tersisa sebesar Rp.3.866.752.000

(Tiga miliar delapan ratus enam puluh enam tujuh ratus lima puluh dua ribu rupiah).

[3]. Kelebihan biaya dari 126 ton bibit kedelai dengan kualitas untuk konsumsi senilai Rp.882.000.000 (Delapan ratus delapan puluh dua juta ribu rupiah). [126.000 Kilogram X Rp.7000 perkilo harga kedelai konsumsi].

[4]. Anggaran Negara yang telah dirugikan dari Versi lahan fiktif atas nama Karwita alias Engke di wilayah Kecamatan Gantar dengan luasan lahan 150 Hektare X Rp.1.380.000 per – hektar biaya pembelian bibit kedelai dan sarana, dengan nilai Rp.207.000.000 (Dua ratus tujuh juta ribu rupiah).

Informasi serta laporan yang diperoleh dari masyarakat tersebut diatas, segera di tindaklanjuti oleh demokratis dengan membuat konfirmasi tertulis berbentuk Pdf yang di tujukan kepada Ir H Takmid sebagai Kepala Dinas Pertanian pada Tanggal 17 Desember 2020 dengan tembusan ke beberapa instansi terkait dan dikirim melalui pesan telegram, balasan surat konfirmasi tertulis tersebut pun belum ada hingga berita ini dimuat. Bahkan, demokratis telah dua kali berkunjungan ke kantor dinas Pertanian untuk melakukan wawancara serta meminta klarifikasi dari informasi yang telah didapat itu, justru demokratis mendapatkan perlakuan dengan diblokirnya nomor WhatsApp oleh Takmid. (RT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles