Subang, Demokratis
Harapan korban penganiayaan Tarsa (49 tahun) Bin Warman yang ingin mendapat keadilan atas keputusan Pengadilan Negeri Subang ternyata kandas di lembah keniscayaan dan rupanya Dewi Fortuna belum berpihak pada dirinya.
Pasalnya hukuman terhadap terdakwa Edi Pramiadi alias Bedi hanya dijatuhi hukuman dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan sesuai putusan Hakim Pengadilan Negeri Subang nomor : 6/Pid.C/2025/PN Sbg.
Ironisnya lagi pidana tersebut tidak perlu dijalani terdakwa kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain yang disebabkan karena terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 3 bulan berakhir. Hakim berdalih tindak pidana itu masuk kategori “penganiayaan ringan” sebagaimana termaktub dalam Pasal 352 KUHPidana.
Dampak pasca peristiwa itu Tarsa dan keluarganya kini hidup di bawah bayang-bayang  traumatik dan hidupnya menjadi terlunta-lunta lantaran keluarga tuna wisma.
Tarsa yang didampingi istrinya Marni saat ditemui di kediamannya (18/11/2025) kini menghuni bekas gudang di areal tanah eks PTPN VIII di Manyingsal menyatakan kekecewaannya.
“Padahal saya merasa tidak puas dengan putusan hakim yang hanya menghukum terdakwa 1 (satu) bulan, saya kepingin banding tapi mau bagaimana lagi, saya hanya orang kecil tidak berdaya, akhirnya saya hanya bisa pasrah dengan keadaan,” tutur Tarsa.
Tarsa yang juga anggota Perkumpulan Petani Penggarap Sejahtera Tani Lestari (P3STL) Manyingsal mengaku ketika ditanya oleh penyidik, dirinya memberi keterangan secara utuh sesuai dengan kenyataan pada saat kejadian. “ Sesaat saya sebelum Bedi (terdakwa) memukul mengancam dengan mengacung-acungkan golok. Tidak hanya sampai di situ saya pada malam harinya didatangi sekawanan terdakwa disuruh mencabut laporan, saya diancam akan dibunuh oleh Daswin alias Adas jika tidak bersedia mencabut laporan polisi,” ujarnya.

Pengakuan Tarsa tersebut dibenarkan Rudi Hartono yang akrab disapa Asep Jebrod selaku Ketua P3STL Manyingsal pada saat mendampingi korban memberikan keterangan di hadapan penyidik Polsek Pagaden ketika berlangsung proses penyelidikan dan penyidikan.
Menurut telaahan Asep Jebrod proses kasus penganiayaan Tarsa ini diduga sudah disesting sebelumnya, sehingga pihak-pihak yang terlibat terkesan kompak dan endingnya cukup mencengangkan yakni tedakwa hanya divonis bersalah melakukan tindakan “penganiayaan ringan” dan dipidana penjara 1 (satu) bulan.
Menurut Asep yang membingungkan dan patut dipertanyakan bila benar semua keterangan yang disampaikan korban kepada penyidik terangkum, mengapa pengakuan korban yang diancam oleh terdakwa dengan cara mengacung-acungkan golok dan ancaman akan dibunuh jika korban tidak mau mencabut laporan polisi diduga tidak terangkum dalam catatan hasil penyidikan maupun proses persidangan yang digelar di pengadilan? yang tentunya dapat dijadikan pertimbangan memberatkan terhadap terdakwa. Ada apakah gerangan di balik keputusan pidana penjara yang hanya 1 (satu) bulan.
Fenomena itu oleh Demokratis sempat dikonfirmasi kepada pengacara korban Iin Achmad Riza.N,SH. Menurut Iin, hal itu nanti bisa ditambahkan dalam proses persidangan berlangsung.
Namun ketika Demokratis hadir mengikuti dan mengamati berlangsungnya persidangan hal krusial itu (baca : ancaman dengan mengacungkan golok dan ancaman akan membunuh korban) tidak sempat mencuat atau terbahas baik oleh pengacara korban maupun hakim pemimpin sidang.
Sidangnya sendiri digelar pada Kamis, tanggal 13 November 2025 dipimpin hakim tunggal Rony Daniel Ricardo, SH., MH dibantu oleh Panitera pengganti Elkana Purba, SH dengan dihadiri Penyidik pembantu Polsek Pagaden Saepul Lukman T selaku Kuasa Penuntut Umum dan terdakwa didampingi Penasihat Hukum Dr. H. Khalimi, SH., MH dan Wawan Gunawan, SH. Sementara korban didampingi Penasihat Hukum Iin Achmad Riza, N. SH.
Korban Tarsa bin Warman, saksi korban masing-masing Marni Binti Hasan dan Ade Sukanda Bin Ating. Sementara saksi terdakwa masing-masing Tatang Taryana alias Jabong dan Daswin alias Adas Bin Acam.
Sebelumnya diberitakan, peristiwanya sendiri terjadi pada 25/9/2025 sekitar pukul 14.00 Wib di pesawahan Blok Ranca Bebek, Desa Wanasari, Kecamatan Cipunagara – Subang.
Saat korban Tarsa sedang berada di gubug (Sunda: saung) lahan garapan korban di pasawahan Blok Rancabebek, kemudian pelaku Bed (terlapor) bersama dua orang temanya mendatangani korban di gubug itu dengan menuduh korban membakikan video di TikTok berisikan gambar yang dinilai merugikan pihak pelaku, sehingga terjadilah cekcok antara pelaku dan korban, saat berlangsung cekcok sejurus kemudian pelaku memukul korban di bagian kepala, akibatnya korban mengalami rasa nyeri di bagian kepala.

Tak terima mendapat perlakukan Bed, korban akhirnya melapor ke Polsek Pagaden guna pengusutan lebih lanjut, dengan bukti STPL Nomor : STPL/30/IX/2025/Reskrim/Polsek Pagaden.
Menurut sumber, kasus ini terjadi dipicu adanya bau limbah telur busuk yang dibuang pada lahan masih satu hamparan dengan lahan garapan korban (tanah eks PTPN VIII) di Blok Ranca Bebek, Desa Wanasari.
Rupanya keberadaan limbah telur busuk itu ada yang memvideokan, sementara korban dituduh oleh pelaku yang memviralkan ke grup lain. “Korban sudah-mah kesehariannya saat menunggu lahan garapan di gubung bau telur busuk menyengat, digebuki lagi. Sudah jatuh tertimpa tangga pula,” ujarnya.
Tak hanya sampai di situ, pelaku beserta kawanannya juga menebangi tanaman yang sudah hampir dipanen seperti pisang, singkong dsb, bahkan sebagian atap gubug ditebas dengan golok dan diancam akan dibakar.
Yang lebih miris, terduga pelaku Bed bersama kawanan Tim 15 mendatangi kediaman korban pada malam hari (26/9), dengan maksud minta korban agar mau mencabut laporannya, jika tidak mau menuruti keinginan mereka diancam akan dibunuh.
“Sebagai antisipasi penyelamatan, korban yang merupakan anggota Perkumpulan Petani Penggarap Sejahtera Tani Lestari (P3STL) dievakuasi oleh pengurus P3STL ke kantor Sekretariat,” ujarnya.
Demi kemanusiaan, pihak korban dan sejumlah kalangan meminta aparat penegak hukum serius mengangani kasus tersebut jangan sampai masuk angin, agar korban yang bisa dibilang orang lemah mendapat keadilan dan demi tegaknya hukum di NKRI ini. (Abdulah)
