Sidoarjo, Demokratis
Jumlah korban meninggal dunia dalam tragedi ambruknya musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo bertambah menjadi 14 orang, per Jumat (3/10/2025) malam.
Satu korban jiwa tambahan berhasil dievakuasi dari sektor A4, tepatnya di sisi kanan depan reruntuhan, pada pukul 23.00 WIB. “Satu korban tambahan berhasil diekstriksi di bagian sektor A4,” ujar Kepala Subdirektorat RPDO Basarnas, Emi Freezer, melalui keterangannya, Sabtu (4/10/2025) dini hari.
Freezer menjelaskan, jenazah yang berhasil ditemukan tersebut merupakan korban kesembilan yang berhasil dievakuasi sepanjang operasi di hari kelima pencarian.
“Dengan demikian, hingga laporan terakhir, total terdapat sembilan korban berhasil diekstraksi pada H+5 di sektor A1, A2 (tempat wudu), A3 dan A4,” ucapnya.
Data terbaru menunjukkan total korban yang telah ditemukan mencapai 117 orang. Dari jumlah tersebut, 103 orang dinyatakan selamat sementara 14 orang meninggal dunia. Masih ada 49 korban lainnya yang belum berhasil ditemukan.
Proses evakuasi dan pembersihan puing dengan bantuan alat berat masih terus dilakukan tanpa henti. Tim fokus melakukan pencarian di sisi utara reruntuhan, khususnya pada bagian yang tidak terintegrasi dengan struktur utama bangunan.
Tragedi ini bermula ketika gedung tiga lantai yang difungsikan sebagai asrama putra dan musala di Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, ambruk pada Senin (29/9/2025) sore. Ironisnya, bangunan tersebut masih dalam tahap pembangunan.
Saat insiden terjadi, ratusan santri sedang melaksanakan Salat Asar berjemaah di dalam gedung yang belum rampung itu. Kini, lima hari pasca-kejadian, upaya pencarian korban masih berlanjut di antara puing-puing reruntuhan.
Desakan Sertifikat Laik Fungsi
Tragedi ini mesti jadi pelajaran, perlu adanya perubahan sistemik, agar tragedi serupa tak lagi terulang. Kementerian Agama (Kemenag) diminta lebih aktif dalam memastikan keselamatan infrastruktur seluruh pesantren di tanah air.
“Saya mendorong Kementerian Agama, khususnya Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, untuk tidak lagi mengesampingkan aspek teknis keselamatan,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).
Dini menekankan, pentingnya setiap pesantren memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai syarat perizinan. Tragedi ini harus menjadi pengingat akan pentingnya standar keselamatan bangunan pesantren.
“Perizinan lembaga pendidikan pesantren harus disertai syarat Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,” sambungnya.
Menurut dia, pengawasan struktural dalam pembangunan pesantren tidak bisa ditawar lagi. Dia mengingatkan, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan tapi rumah kedua bagi para santri yang menimba ilmu di dalamnya.
“Kita tidak boleh lagi membiarkan pesantren dibangun tanpa pengawasan struktural. Pondok bukan sekadar tempat menuntut ilmu, ia adalah rumah kedua para santri,” tuturnya. (JP)