Jumat, November 21, 2025

KPK Buka Peluang Jerat Sungai Budi Group sebagai Tersangka Korporasi

Jakarta, Demokratis

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan menetapkan Sungai Budi Group sebagai tersangka korporasi dalam perkara dugaan suap terkait pengelolaan kawasan hutan yang melibatkan PT Inhutani. Peluang itu muncul setelah penyidik menelusuri asal-usul dana suap yang diduga diberikan pihak perusahaan kepada pejabat Inhutani.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan bahwa dugaan penyuapan yang terungkap sejauh ini dilakukan oleh individu yang berafiliasi dengan PT Sungai Budi Group. Namun, KPK belum memastikan apakah aliran uang tersebut bersumber dari dana pribadi atau dana perusahaan.

“Yang kami temukan sementara itu ada penyuapan yang dilakukan oleh orang dari Sungai Budi itu ke Inhutani, seperti itu. Ini yang sedang kita dalami,” ujar Asep kepada wartawan, Jumat (21/11/2025).

Asep menyebut, bukti dugaan suap antara manajemen Sungai Budi Group dan Inhutani telah dimiliki penyidik dan saat ini tengah diuji melalui proses persidangan. Ia menegaskan, penyidik tidak menutup peluang menjerat korporasi jika ditemukan peran entitas perusahaan dalam tindak pidana tersebut.

“Nanti tentunya dalam perjalanannya, kalau kita menemukan bukti-bukti yang cukup bahwa itu dilakukan oleh korporasi, karena kalau korporasi itu kita harus melihat, menilai bahwa korporasi itu memang sengaja dibuat, sengaja didirikan untuk melakukan tindak pidana korupsi,” kata Asep.

Ia menambahkan, penetapan tersangka korporasi memiliki kriteria tertentu, termasuk soal penggunaan perusahaan sebagai sarana untuk melakukan kejahatan. “Jadi ada korporasi yang memang sengaja dibuat sebagai alat untuk melakukan tindak pidana korupsi. Nah ini yang sedang kita dalami juga,” ujarnya.

KPK sebelumnya mengungkap bahwa PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), anak usaha Sungai Budi Group, berupaya melanjutkan kerja sama pengelolaan hutan dengan PT Inhutani V meski masih memiliki tunggakan kewajiban bernilai miliaran rupiah. Untuk meloloskan kerja sama itu, manajemen PML diduga melakukan pendekatan dan memberikan uang serta fasilitas kepada pejabat Inhutani.

Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady (DIC), staf perizinan Sungai Budi Group Aditya (ADT), dan Direktur PML Djunaidi Nur (DJN). Ketiganya kini menjalani proses persidangan.

Berdasarkan dakwaan, terdapat dua pemberian uang dari Sungai Budi Group dan PML kepada Inhutani V. Transaksi pertama terjadi pada 21 Agustus 2024 ketika Djunaidi menyerahkan 10.000 dolar Singapura kepada Dicky di Resto Senayan Golf Club, Jakarta. Sementara itu, pemberian kedua berlangsung pada 1 Agustus 2025 sebesar 189.000 dolar Singapura melalui Aditya Simaputra, staf perizinan yang juga asisten pribadi Djunaidi.

Dakwaan juga menyebut adanya koordinasi antara Aditya dan Ong Lina, Manager Keuangan Sungai Budi Group, mengenai kebutuhan nilai tukar dolar Singapura untuk menghitung dana pembelian Jeep Rubicon yang diinginkan Dicky. Uang bernilai puluhan miliar rupiah itu disebutkan diambil dari rumah Djunaidi sebelum dibawa ke kantor Dicky di Wisma Perhutani, Jakarta.

Suap tersebut diduga diberikan agar PML dapat terus menjalankan kerja sama pemanfaatan kawasan hutan di Register 42, 44, dan 46 di Provinsi Lampung meski perusahaan tersebut memiliki tunggakan kewajiban. (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles