Jakarta, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pejabat di Kementerian Agama dan perusahaan agen perjalanan atau travel agent mendapat keuntungan dari pembagian kuota haji 2023-2024 yang tidak sesuai.
Sehingga, mereka menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor terkait kerugian negara dalam surat perintah penyidikan (sprindik) umum yang diterbitkan. Hal ini disampaikan pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat menyampaikan dugaan korupsi itu naik ke penyidikan dari penyelidikan.
“Siapa yang diuntungkan gitu, ya, dengan pasal ini, yang diuntungkan adalah tadi, menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi,” kata Asep mengawali penjelasannya yang dikutip dari YouTube KPK RI, Senin (11/8/2025).
“Di sini diri sendirinya adalah orang-orang yang mendapat aliran dana. Aliran dana baik itu dalam konteks karena pembagian kuota, misalkan dari pihak pemerintah, oknum pihak pemerintah atau Kementerian Agama yang karena keputusannya memberikan kuota haji ini tidak sesuai dengan aturan kemudian mendapatkan sejumlah uang,” sambungnya.
Asep mengatakan penyidik nantinya akan mengejar siapapun pihak di Kementerian Agama yang harus bertanggung jawab. Apalagi, pembagian kuota ini tidak sesuai dengan perundangan.
Selain itu, KPK juga akan menyasar perusahaan travel yang harusnya tidak mendapatkan kuota. Adapun jumlah tambahan kuota yang didapat oleh Indonesia dari Arab Saudi pada 2024 mencapai 20.000 jamaah.
Tapi, ternyata pembagiannya kemudian bermasalah karena tak sesuai dengan perundangan karena dibagi dua untuk haji khusus maupun reguler.
“Kalau kita mengacu kepada undang-undangnya yang ada kan hanya 1.600, berarti 8.400nya itu menjadi ilegal. Artinya tidak boleh dijadikan kuota khusus,” jelas Asep yang juga menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK.
“Nah itu pembagiannya kemana saja gitu, ke travel mana saja, atau asosiasi travel mana saja,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji. Belum ada tersangka yang ditetapkan.
Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik rasuah ini.
Sebagai informasi, kasus ini juga pernah dilaporkan oleh sejumlah kelompok masyarakat. Kemudian dalam proses penyelidikan, sejumlah pihak sudah dimintai keterangan termasuk eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Yaqut datang ke gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Kamis, 7 Agustus. Dia mengaku sudah menjelaskan duduk permasalahan pembagian kuota haji kepada penyelidik komisi antirasuah saat itu. (Dasuki)