Rabu, November 5, 2025

KPK Mengaku Prihatin, Abdul Wahid Jadi Gubernur Riau Keempat yang Tersandung Kasus Korupsi

Jakarta, Demokratis

Gubernur Riau Abdul Wahid menambah daftar panjang kepala daerah di Bumi Lancang Kuning yang tersandung kasus korupsi.

Ia menjadi gubernur keempat di provinsi tersebut yang ditangkap karena dugaan rasuah, setelah tiga pendahulunya lebih dulu dijebloskan ke penjara.

Tiga nama sebelumnya adalah Saleh Djasit, Rusli Zainal, dan Annas Maamun, yang seluruhnya memimpin di era reformasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyatakan keprihatinannya atas kondisi tersebut.

“Oleh karena itu kami juga menyampaikan keprihatinan, oleh karena itu penting untuk pemerintah daerah khususnya di Pemprov Riau itu untuk lebih serius lagi melakukan pembenahan,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025).

Menurut Budi, Pemerintah Provinsi Riau semestinya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan tata kelola yang masih korup.

“Melakukan perbaikan bagaimana tata kelola di pemerintah daerah itu kemudian bisa dilakukan upaya-upaya perbaikan,” ucap Budi.

Budi menegaskan, KPK secara konsisten melakukan pendampingan dan pengawasan melalui fungsi koordinasi dan supervisi terhadap pemerintah daerah.

“Kami turun ke lapangan mengidentifikasi sektor-sektor mana saja yang masih punya risiko tinggi. KPK kemudian memberikan rekomendasi untuk dilakukan perbaikan kepada pemerintah daerah,” jelasnya.

Ia menambahkan, KPK juga mengukur tingkat integritas melalui Survei Penilaian Integritas (SPI). Dari hasil survei tersebut, KPK dapat mengidentifikasi sektor-sektor yang masih rawan praktik korupsi.

“Pengukuran ini sangat objektif karena tidak hanya memotret dari perspektif internal tapi juga melibatkan ekspert dan juga masyarakat sebagai pengguna layanan publik di pemerintah daerah,” pungkas Budi.

Pada tahun 2007, Saleh Djasit ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran yang terjadi ketika ia menjabat sebagai Gubernur Riau periode 1998–2003.

Ia divonis empat tahun penjara karena terbukti menyalahgunakan kewenangan dan menyebabkan kerugian negara sekitar Rp4,7 miliar. Dalam perkara tersebut, Saleh disebut memperkaya pihak lain dan memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu, Rusli Zainal, yang memimpin Riau selama dua periode (2003–2008 dan 2008–2013), dijatuhi hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada Maret 2014.

Ia terbukti terlibat dalam dua perkara, yakni korupsi Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan kehutanan di Pelalawan dan Siak. Dalam persidangan, Rusli dinilai sah menerima gratifikasi dan melakukan penyalahgunaan kewenangan.

Namun, setelah mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung, hukumannya dikurangi menjadi 10 tahun penjara.

Selanjutnya, Annas Maamun yang menjabat Gubernur Riau periode 2014–2016 juga terjerat kasus suap perubahan status kawasan hutan. Ia menerima suap untuk membantu pihak tertentu mengeluarkan lahan perkebunan sawit dari kawasan hutan lindung. Pada Juni 2015, Annas dijatuhi hukuman enam tahun penjara.

Tak hanya gubernur, sejumlah kepala daerah di Riau juga pernah tersangkut perkara serupa. Mereka di antaranya Bupati Siak Arwin AS, Burhanuddin (Kampar), Ramlan Zas (Rokan Hulu), Tengku Azmun Jaafar (Pelalawan), Raja Thamsir Rahman (Indragiri Hulu), dan Herliyan Saleh (Bengkalis). (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles