Jakarta, Demokratis
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia. Dua di antaranya adalah tenaga ahli anggota DPR Fraksi Gerindra Heri Gunawan (Hergun) ketika masih bertugas di Komisi XI periode 2019–2024, yakni Martono dan Helen Manik.
“Hari ini Kamis (13/11), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam dugaan TPK terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis kepada wartawan dI Jakarta, Kamis (13/11/2025).
KPK juga memanggil empat saksi lainnya, yaitu Melissa B Darbang (ibu rumah tangga), Syarifah Husna (mahasiswa), dr. Widya Rahayu Arini Putri (dokter), dan Syifa Rizka Violin (mahasiswa).
Materi pemeriksaan akan disampaikan setelah seluruh saksi selesai diperiksa.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK,” ucap Budi.
Sebelumnya, pada Kamis (7/8/2025), KPK mengumumkan dua anggota DPR periode 2019–2024 sebagai tersangka, yaitu Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra dan Satori dari Fraksi NasDem. Keduanya belum ditahan karena penyidik masih melakukan pendalaman serta pengumpulan bukti tambahan.
Dalam konstruksi perkara dijelaskan, Komisi XI DPR yang memiliki kewenangan terhadap Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas pendapatan dan pengeluaran kedua lembaga tersebut. Panja tersebut diisi antara lain oleh Heri Gunawan dan Satori.
Setiap bulan November, panja menggelar rapat kerja dengan pimpinan BI dan OJK yang kemudian dilanjutkan dengan rapat tertutup. Dalam forum itu disepakati bahwa BI dan OJK memberikan alokasi dana program sosial kepada setiap anggota Komisi XI DPR.
BI menganggarkan sekitar 10 kegiatan per tahun, sedangkan OJK mengalokasikan 18 hingga 24 kegiatan per tahun. Dana tersebut disalurkan melalui yayasan yang dikelola anggota DPR, dengan teknis pelaksanaan dibahas bersama tenaga ahli DPR, BI, dan OJK.
Heri Gunawan diduga menerima dana sebesar Rp15,86 miliar, terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja lainnya. Dana itu dialirkan ke rekening pribadi maupun rekening penampung milik stafnya, lalu digunakan untuk membangun rumah makan, mengelola outlet minuman, membeli tanah, bangunan, dan kendaraan roda empat.
Sementara itu, Satori diduga menerima dana sebesar Rp12,52 miliar, terdiri dari Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja lainnya.
Dana tersebut digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom mobil, kendaraan roda dua, serta aset lainnya. Bahkan, Satori diduga merekayasa transaksi perbankan melalui salah satu bank daerah guna menyamarkan penempatan dan pencairan deposito agar tidak terdeteksi dalam rekening koran.
Atas perbuatannya, Heri Gunawan dan Satori disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Keduanya juga dijerat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Dasuki)
