Jakarta, Demokratis
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan tiga tersangka usai menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Riau, Senin (3/11/2025). Salah satunya adalah Gubernur Riau Abdul Wahid yang ikut terjaring dalam rangkaian kegiatan.
“Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).
Selain Abdul Wahid, komisi antirasuah juga menetapkan M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau serta Dani M. Nursalam selaku tenaga ahli Gubernur Riau sebagai tersangka.
Johanis bilang ketiga tersangka akan ditahan hingga 23 November mendatang di rumah tahanan yang berbeda. Rinciannya, Abdul Wahid ditahan di Rutan gedung ACLC KPK.
Sedangkan Arief dan Dani ditahan di Rutan gedung Merah Putih KPK. “Tiga tersangka tersebut dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama,” tegasnya.
Ketiganya disebut Johanis jadi tersangka kasus pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. Kasus ini bermula saat adanya penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.
Diduga ada kesanggupan pemberian fee yang sebesar 2,5 persen yang kemudian dibahas di sebuah kafe di kawasan Kota Pekanbaru, Riau. Pembahasan dilakukan antara Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas PUPR PKPP bersama enam UPT.
Kemudian Ferry menyampaikan hasil pertemuan itu kepada M. Arief selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dan representatif Abdul Wahid. Tapi, Arief justru minta sebesar 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.
“Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” ujar Johanis.
“Selanjutnya, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk saudara AW sebesar 5 persen atau Rp7 miliar. Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode tujuh batang,” sambung dia.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangka melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Dasuki)
