Jakarta, Demokratis
Pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji, Khalid Zeed Abdullah Basalamah (KZM/KB), mengaku telah mengembalikan uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Uang tersebut disita penyidik KPK untuk dijadikan barang bukti dalam kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji 2023-2024 di Kementerian Agama (Kemenag).
Informasi ini dibenarkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto, dan uang tersebut masih dalam proses verifikasi.
“Benar, untuk jumlahnya belum terverifikasi,” kata Setyo ketika dihubungi wartawan, Senin (15/9/2025).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami keterangan Khalid Zeed Abdullah Basalamah sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 di Kemenag. Khalid juga merupakan pemilik PT Zahra Oto Mandiri (Uhud Tour) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Mutiara Haji.
Salah satu fokus pemeriksaan adalah alasan Khalid bersama jamaahnya melalui Uhud Tour yang awalnya ingin berangkat menggunakan jalur haji furoda, kemudian beralih ke kuota haji khusus yang ditawarkan oleh Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud, pada 2024.
“Mau berangkat dengan pesanannya haji furoda, tapi ternyata menggunakan kuota khusus yang dari tadi, yang asalnya 20 ribu itu digunakan salah satunya untuk rombongannya Pak Ustad KB ini dengan rombongan yang lain, jemaah yang lainnya,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2025).
Selain itu, penyidik juga mendalami biaya fantastis yang dikeluarkan Khalid bersama jamaahnya untuk haji khusus.
“Nah ini kebanyakan di haji khusus ini dengan bayaran yang lebih besar itu bisa hari itu atau tahun itu membayar kemudian juga tahun itu berangkat, seperti itu. Itu untuk haji yang diikuti oleh Ustaz KB beserta rombongannya, seperti itu,” jelas Asep.
Asep menambahkan, penyidik ingin mengetahui bagaimana Khalid dan jamaahnya bisa berangkat haji melalui kuota tambahan khusus, di mana pendaftar di tahun yang sama bisa langsung berangkat di tahun sama (T0) dalam hal ini pada tahun 2024 setelah membayar dengan biaya tinggi.
“Apalagi yang mereka berangkat dengan kode T0. Jadi T0 itu tahun. T-nya itu merujuk kepada tahun. Tahun tunggunya, karena ada yang T1 kalau yang reguler ada yang tahun tunggunya itu sampai misalkan 20 tahun lebih, seperti itu,” kata Asep.
Menurut Asep, penggunaan kuota haji khusus tambahan oleh Khalid bersama rombongannya bermasalah. Berdasarkan SK Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024, tambahan kuota itu dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian tersebut menabrak aturan karena melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota 92 persen reguler dan 8 persen khusus. Hal ini menyebabkan kerugian bagi 8.400 jamaah haji yang tidak bisa berangkat pada tahun 2024.
“Jadi dengan berbekal SK tersebut, siapapun yang ditunjukkan SK-nya, termasuk juga mungkin kita, ini resmi lho, ada SK-nya ini. Nah, seperti itu. Jadi tidak salah juga, apa namanya, ketika disampaikan seperti itu, walaupun dalam prosesnya SK yang terbit itu ternyata menyimpang dari ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019,” jelas Asep.
Sebelumnya, Khalid rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025) malam. Mengenakan baju koko hitam, ia diperiksa selama 7 jam 45 menit sejak pukul 11.03 WIB hingga keluar pukul 18.48 WIB.
Usai pemeriksaan, Khalid mengklaim dirinya merupakan korban dari Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud.
“Jadi posisi kami ini korban dari PT Muhibbah, yang dimiliki oleh Ibnu Mas’ud,” kata Khalid kepada wartawan.
Ia menjelaskan, awalnya sudah menyiapkan keberangkatan melalui jalur furoda bersama jamaah lain dengan seluruh biaya terbayar. Namun, Ibnu Mas’ud menawarkan penggunaan visa yang disebut resmi dengan kuota resmi, sehingga Khalid dan jamaahnya bergabung ke PT Muhibbah.
“Jadi saya posisinya tadinya sama jemaah furoda, terus kemudian kami sudah bayar furoda, sudah siap berangkat furoda, tapi ada seseorang bernama Ibnu Mas’ud, pemilik PT Muhibah dari Pekanbaru, menawarkan kami visa ini. Sehingga akhirnya kami ikut dengan visa itu di travelnya dia di Muhibbah,” jelas Khalid.
Khalid menambahkan, jamaah dari Uhud Tour saat itu juga masuk ke dalam rombongan PT Muhibbah karena Uhud Tour sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) belum memperoleh kuota tambahan. Total sebanyak 122 jamaah diberangkatkan melalui PT Muhibbah pada 2024.
“Uhud Tour, ini kamu jemaah Muhibbah. Saya bersama jemaah Uhud Tour masuk menjadi jemaah Muhibbah. Karena Uhud Tour PIHK-nya belum bisa dapat kuota, jadi kami sebagai jemaah Muhibbah. Jumlahnya 122,” ucapnya.
Diketahui, Khalid sempat tidak memenuhi panggilan penyidik KPK pada Selasa (2/9/2025) karena ada keperluan lain. Ia sebelumnya juga pernah diperiksa pada Senin (23/6/2025) saat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan.
Konstruksi Perkara
Kasus dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 di Kemenag telah naik ke tahap penyidikan sejak Jumat (8/8/2025) berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum tanpa penetapan tersangka. Kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan lebih dari Rp1 triliun.
KPK menjelaskan konstruksi perkara secara umum. Kasus ini bermula ketika asosiasi travel mendapat kabar adanya tambahan kuota 20.000 jamaah haji dari Pemerintah Arab Saudi untuk Indonesia. Tambahan kuota itu diperoleh setelah pertemuan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dengan otoritas Saudi pada 2023.
Para pengusaha travel melalui asosiasi kemudian melakukan lobi kepada oknum pejabat Kemenag. Lobi itu membuahkan hasil berupa SK Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tertanggal 15 Januari 2024. Dalam SK tersebut, tambahan kuota dibagi rata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Dari kuota khusus, sebanyak 9.222 diperuntukkan bagi jamaah dan 778 untuk petugas, dengan pengelolaan diserahkan kepada biro travel swasta.
Sementara itu, 10.000 kuota reguler didistribusikan ke 34 provinsi. Jawa Timur memperoleh porsi terbanyak dengan 2.118 jamaah, disusul Jawa Tengah 1.682 orang, dan Jawa Barat 1.478 orang. Pemberangkatan jamaah reguler dikelola langsung oleh Kemenag.
Namun, pembagian tersebut diduga menyalahi Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota 92 persen reguler dan 8 persen khusus.
Setelah itu, muncul praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan oknum Kemenag dan sejumlah biro travel. Setoran perusahaan travel kepada pejabat Kemenag disebut berkisar antara 2.600–7.000 dolar AS per kuota, atau sekitar Rp41,9 juta hingga Rp113 juta dengan kurs Rp16.144,45. Transaksi dilakukan melalui asosiasi travel sebelum sampai ke pejabat Kemenag.
Uang setoran tersebut berasal dari penjualan tiket haji kepada calon jamaah dengan harga tinggi, dengan janji bisa berangkat di tahun yang sama, 2024. Akibatnya, sekitar 8.400 jamaah reguler yang sudah menunggu bertahun-tahun gagal berangkat karena kuotanya terpotong.
Dari hasil korupsi kuota tersebut, oknum Kemenag diduga membeli sejumlah aset, termasuk dua rumah mewah di Jakarta Selatan yang disita KPK pada Senin (8/9/2025) dengan nilai Rp6,5 miliar. Rumah itu diduga dibeli oleh salah satu pegawai Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag menggunakan uang setoran pengusaha travel sebagai komitmen bagi-bagi kuota tambahan haji yang menyalahi aturan. (Dasuki)