Perempuan-perempuan tangguh dalam kelompok KPPI Kota Tasikmalaya.
Kota Tasikmalaya, Demokratis
KPPI (Kaukus Perempuan Politik Indonesia) Kota Tasikmalaya sudah melaksanakan Musda dan terbentuk kepengurusan baru pada 14 Desember 2019 lalu. Namun berselang beberapa waktu datang SK Reshuffle dari DPW KPPI Provinsi Jawa Barat yang notabene tidak mengakui adanya kepengurusan yang baru dibentuk.
Aneh bin ajaib, bukan SK Ketua Pengurus yang baru dibentuk yang keluar dari Pengurus Wilayah KPPI Jawa Barat, melainkan SK Reshuffle yang diterimanya. Ada apa?
Informasi yang dihimpun dari beberapa anggota KPPI hasil Musda tersebut menuturkan, mereka kebingungan dengan sikap pengurus DPW Wilayah KPPI Jawa Barat yang tiba-tiba mengeluarkan SK Reshuffle kepengurusan padahal Musda sudah dilaksanakan.
“Anehnya lagi saat Musda berlangsung dihadiri tokoh-tokoh penting di KPPI misalnya Ketua KPPI Provinsi Jawa Barat Hj Ratna Ningsih, H Aslim Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, Muslim Wakil Ketua DPRD, Komisioner Bawaslu dan KPU, Ketua Wins Partai Perempuan dari Partai Politik yang ada di Kota Tasikmalaya dan instansi pemerintah serta undangan lainnya,” ujar salah seorang anggota mewakili rekan lainnya pada awak media, Rabu (12/2/2020).
Perwakilan peserta Musda Heni Hendini dari PKB menjelaskan, dari hasil Musda tersebut dihasilkan beberapa poin pemilihan ketua yang dilakukan secara demokrasi dan transparan yang diikuti oleh empat kandidat dari perwakilan parpol antara lain Heni Hendini dari PKB, Ipa Zumrotul Palihah PBB, Namina Nina Partai Golkar dan Leni Mulyani dari PDIP.
“Acara Musda kemarin juga diketahui oleh ketua partai karena dari hasil Musda tersebut meminta rekomendasi atas nama wins partai yang diketahui oleh ketua Parpol,” ungkapnya.
Menurutnya, Ketua baru dari hasil Musda diperoleh Heni Hendini PKB dengan raihan 7 suara, Ipa Zumrotul Palihah PBB 4 suara, Namina Nina Partai Golkar 3 suara dan Leni Mulyani PDIP 1 suara.
Namun dalam perjalanan, lanjut dia lagi, tiba-tiba muncul SK “Reshuffle” kepengurusan KPPI Kota Tasikmalaya yang dikeluarkan oleh KPPI Wilayah Provinsi Jawa Barat yang masa jabatannya diperpanjang hingga 2021 mendatang.
“Kami dari peserta Musda mempertanyakan SK Reshuffle tiba-tiba keluar dasar hukumnya dari mana? Musda ini kan pemilihan, tapi kenapa DPW KPPI Jawa Barat tidak mengakui dan menjalankan hasil Musda?” ucapnya bertanya.
Keanehan lain, tambah Heni, keluarnya SK Reshuffle juga tidak sesuai dengan rekomendasi masing-masing partai politik. Bagaimana membangun kerja organisasi hasil Rakernas di Jakarta yang mengamanatkan jajaran KPPI membangun sinergitas dengan ketua partai dan menjadikan 30% perwakilan perempuan menjadi anggota legislatif.
“Pelaksanaan Musda pun diketahui oleh ketua DPD lama. Kalau cacat secara hukum bukan kesalahan panitia pelaksana namun itu bagian dari ketua lama apakah pemilihan melalui Musda tidak menjadi dasar hukum bagi berkembangnya proses pendewasaan perpolitikan kader perempuan. Kalau dibiarkan begini akan menjadi preseden buruk bagi berkembangnya demokrasi untuk perempuan yang ada di Kota Tasikmalaya,” tukasnya.
Sementara Anne Yuniarti perwakilan dari Partai Nasdem menyatakan, masuk di organisasi ini karena menurutnya kader-kader terbaik yang kumpul di sini dan berharap melakukan mekanisme yang ada sesuai aturan main keorganisasian.
“Jika hasil Musda tidak diakui oleh DPW KPPI Jawa Barat, ini organisasi macam apa? Kita semua ingin pintar dan menggali kapasitas di organisasi ini, tapi tiba-tiba muncul SK Reshuffle. Dasar hukum acuannya dari mana?” tegasnya.
Bercermin dari kejadian ini tentunya menjadi dasar untuk sharing ke pusat. Tentunya diharapkan DPP KPPI mampu memberikan solusi terbaik demi menyelematkan kader-kader perempuan tangguh KPPI Kota Tasikmalaya hasil Musda yang lalu. Kita tunggu saja perkembangannya. (Eddinsyah)