Jakarta, Demokratis
Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, merespons langkah Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang telah menyegel empat perusahaan dan tujuh pemegang hak atas tanah (PHAT) yang diduga menjadi penyebab utama banjir besar di sejumlah wilayah Sumatera.
Menurut Daniel, para pelaku ini layak dijerat sanksi pidana karena kerusakan hutan yang mereka timbulkan telah berdampak langsung pada bencana ekologis yang merugikan masyarakat luas.
“Perusahaan-perusahaan ini sudah merusak hutan dan menyebabkan banjir besar. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, ini kejahatan lingkungan,” ujar Daniel kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).
“Karena itu, mereka harus dibawa ke ranah hukum pidana agar ada efek jera yang nyata,” sambung Legislator PKB dari Dapil Kalimantan Barat I itu.
Minta Kemenhut Transparan dan Usut TPPU
Daniel Johan mendesak pemerintah, khususnya Kemenhut, untuk segera membuka identitas lengkap perusahaan dan pihak terkait yang telah disegel tersebut. Ia menekankan bahwa transparansi sangat penting agar publik mengetahui pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“Jangan ada yang ditutup-tutupi. Tidak boleh ada tebang pilih. Semua yang melanggar harus ditindak tegas, siapa pun mereka. Negara wajib berdiri di pihak rakyat dan lingkungan, bukan melindungi pelaku perusakan hutan,” tegasnya.
Daniel juga berharap aparat penegak hukum bekerja profesional dan tidak terpengaruh kepentingan politik atau kekuatan modal, serta memastikan pemulihan kawasan hutan yang rusak.
“Penegakan hukum lingkungan harus tegak lurus. Jika kita biarkan, bencana akan terus berulang, dan masyarakat kembali jadi korban,” katanya.
Kemenhut Segel 11 Entitas, Ancaman Pidana Menanti
Sebelumnya, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengumumkan penindakan terhadap 11 entitas yang diduga terkait penyebab banjir yang melanda Sumatera Utara pada akhir November 2025.
“Saat ini total subjek hukum yang sudah dilakukan penyegelan dan/atau verifikasi lapangan oleh Kementerian Kehutanan berjumlah 11 entitas. Yaitu 4 Korporasi (PT TPL, PT AR, PT TBS/PT SN dan PLTA BT/ PT NSHE) dan 7 PHAT (JAM, AR, RHS, AR, JAS, DHP, dan M),” kata Raja Juli Antoni dalam keterangan resmi, Jumat (12/12/2025).
Hasil investigasi menduga telah terjadi tindak pidana pemanenan atau pemungutan hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak, yang diatur dalam Pasal 50 ayat 2 huruf c UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Ancaman pidananya penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak $3.500.000.000,00$.
Kemenhut menambahkan bahwa proses pengumpulan bukti terus dilakukan dan bahkan tidak menutup kemungkinan akan menggunakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam penegakan hukum kasus ini. (EKB)

