Indramayu, Demokratis
Akibat saking banyaknya kasus tindak pidana korupsi (Tipikir) di Kabupaten Indramayu sejumlah laporan dugaan kasus korupsi yang dilaporkan oleh masyarakat terbengkalai di Inspektorat. Hal tersebut terungkap saat Demokratis mempertanyakan tindak lanjut laporan dugaan korupsi, kolusi dan nepostime (KKN) yang menyelimuti Pemerintahan Desa Pekandangan yang dilaporkan warga, Kamis (10/12/2020) lalu.
Ketua Tim IV Investigasi Inspektorat Kabupaten Indramayu, Sri, saat ditemui Demokratis di ruangannya mengatakan, Inspektorat belum dapat melakukan pemeriksaan terkait laporan dugaan korupsi Kepala Desa Pekandangan yang dilaporkan warganya mengingat banyaknya kasus tindak pidana korupsi yang diterima pada tahun 2020.
“Terkait Desa Pekandangan kami saat ini belum bisa melakukan pelaksanaan pemeriksaan, karena ada beberapa dari kasus-kasus lain yang masih kami proses. Kemudian di akhir tahun seperti ini, dengan banyaknya jumlah desa, kami belum bisa memenuhi. Mungkin akan kami programkan di tahun 2021,” ungkap Sri.
Sri juga mengaku sudah melaporkan hal ini kepada pimpinannya bahwa laporan dugaan kasus korupsi yang tidak dapat ditindak lanjuti tahun 2020 akan dilanjutkan pada tahun 2021.
“Kami sudah plot aduan-aduan yang masuk pada tahun 2020, yang belum terakomodir akan kami lakukan pemeriksaan di tahun 2021,” ungkapnya.
Menurut Sri, saat ini pihaknya sudah melakukan inventarisasi laporan-laporan yang sudah masuk sehingga lebih mudah menyelesaikan kasus mana harus terlebih dahulu diselesaikan dan menjadi prioritas.
“Walaupun disposisi kasusnya banyak, kami juga harus bisa memilah mana yang skala prioritas. Misalnya, kasus yang sudah lama atau dalam kondisi jabatan Kuwu yang sebentar lagi akan ganti, maka bisa kami jadikan skala prioritas,” jelasnya.
Khusus kasus dugaan korupsi yang dilaporkan oleh warga Pekandangan, Sri mengaku Inspektorat belum melakukan tindakan apa-apa karena mereka belum mendapatkan surat tugas sehingga belum dapat menindak lanjutinya.
“Kami mencoba komunikasi dengan pimpinan, pimpinan akan berdiskusi atas kesiapan waktu kita untuk melaksanakan pemeriksaan. Hal itu mengingat Kepala Inspektur baru pensiun kemarin, dan akan melakukan perombakan untuk pelaksana tugas (Plt) Kepala Inspektur yang baru,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, O’ushj Dialambaqa Direktur PKSPD menerangkan bahwa alibi dan apologi yang dijelaskan oleh Sri mencerminkan bahwa Inspektorat tidak mempunyai schedule dan running time yang terstruktur dan skematis dalam agenda auditnya.
“Padahal diakui banyak laporan atau pengaduan kasus Tipikor. Jika memang kinerja Inspektorat profesional dan skematis dalam sistem kerja audit atau pengawasan, justru menempatkan skala prioritas tindak lanjut dengan banyaknya laporan kasus Tipikor. Karena korupsi adalah extra ordinary crime,” ungkapnya.
Menurut O’ushj, seharusnya Inspektorat merasa malu karena pada saat melakukan audit di pemerintahan desa para auditor atau APIP dan P2UPD tidak pernah ada temuan. Namun setelah Inspektorat menyatakan beres dan tak ada masalah malah laporan dugaan korupsi datang dari masyarakat. “Ini potret nyata paradoksal perselingkuhan para auditor Inspektorat dengan Kuwu. Atau ini yang disebut jeruk makan jeruk,” tegasnya.
Lebih lanjut O’ushj mengatakan jika Inspektorat dan terutama para auditornya memang bersistem kerja dan kinerjanya seperti itu, maka sesungguhnya setiap desa diduga telah terjadi korupsi yang sangat jor-joran.
“Begitu juga yang terjadi di semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), ada korupsi tetapi selalu tidak ada temuan dari para auditor Inspektorat maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” tambahnya.
“Namun faktanya, peristiwa itu dianggap mulus-mulus saja. Apalagi soal pemeriksaan korupsi di desa-desa, di mana para auditor atau Inspektoratnya berasumsi bahwa masyarakat desa adalah orang awam yang tidak mengerti akan aturan maupun regulasi sehingga dapat terus berlangsung dengan aman dan nyaman,” sambungnya.
Sebelumnya sejumlah warga Desa Pekandangan melaporkan dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan oleh MM, kuwu atau kepala desa mereka semenjak menjabat sebagai kuwu hingga pada tahun 2021. Warga resmi membuat laporan dengan bukti foto serta data-data kegiatan kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Indramayu.
Adapun temuan yang dilaporkan warga yakni penggelapan anggaran senilai Rp 538.853.000. Kemudian ada kekurangan hak-hak beberapa pamong desa yang dahulu pernah menjabat, berupa tanah garapan dengan luas ± 8.770 meter persegi. Lalu sebidang tanah “titisara” atau pun tanah “bengkok” ada pada data dan yang tidak diberikan hingga saat ini.
Selanjutnya pelaksanaan kegiatan berupa pemberdayaan, pembangunan fisik pekerjaan, serta pengadaan barang dan jasa dengan total jumlah 18 jenis item kegiatan yang diduga telah dimanipulatif oleh MM selaku kuwu dan beserta jajaran pamong desa.
Dugaan modus korupsi Kuwu Pekandangan MM dilakukan saat mengelola Anggaran Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) mulai TA 2018 hingga TA 2020, seperti: 1) Kegiatan pemberdayaan fiktif, yaitu membuat DIPA kegiatan pemberdayaan fiktif yang sesungguhnya tidak ada kegiatan pemberdayaan apa pun yang dilakukan; 2) Membuat rencana anggaran belanja (RAB) dengan nominal besar dengan standar harga barang dan jasa tertinggi atau mencapai maksimal; 3) Belanja barang dengan harga rendah namun nota belanja dibuat sama sebagaimana yang tercantum di dalam RAB; 4) Mengurangi kualitas, ukuran, jumlah barang, tetapi nota belanja dibuat sama sebagaimana yang tercantum di dalam RAB; 5) Belanja jasa (honor) rendah namun dalam surat pertanggung jawaban belanja (SPTJB) dibuat sama sebagaimana yang telah tercantum di dalam peraturan; 6) Lalu adanya rekanan fiktif alias abal-abal atau diduga manipulatif; 7) Kemudian pihak Pemdes membuat DIPA yang nilai belanja barang dan jasanya sama persis dengan RAB yang ada di dalam DIPA. (RT)