Tiga tahun terakhir ini di Malaysia muncul gejala yang disebut “lompat partai“. Fenomena tersebut pun sulit diprediksi apa tujuannya. Yang jelas gejala itu kini menjadi “bola liar”. Menjadi permainan spekulasi. Lalu, apa sebenarnya yang menjadi tujuannya?
Ini hanya dapat dibaca oleh orang politik yang memainkankannya. Atau kepentingannya adalah interest si penggagasnya. Yaitu mereka yang berada di belakang. Karena itu perlu diketahui siapa penggagas di balik ide tersebut.
Tiga tahun ini dimulai sejak tahun 1998 terjadi gejolak tidak puas terhadap UMNO. Partai besar berkuasa di Malaysia selama tiga puluh tahun lalu. Didirikan Partai Pribumi Bersatu di bawah pimpian Mahathir Muhmamad dengan hengkangnya beberapa petinggi Partai UMNO.
Bergabung dengan Partai Pribumi Bersatu dengan aliansi partai oposisi. Jadi ringkasnya pindah atau lompat pagar pimpinan UMNO membuat partai baru Pribumi Bersatu. Bekerjasama dengan partai oposisi antara Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim bersatu menumbangkan Partai UMNO di bawah pimpin Najib Razak.
Selama tiga tahun ini sudah tiga kali terjadi pergantian Perdana Menteri, yakni Mahathir Muhammad, kedua Muhyiddin Yassin dan ketiga Ismail Yaakob Sabri. Artinya pemerintah tidak stabil. Ganti berganti.
Permasalaannya tidak sekadar pindah memindahnya pemerintahan, tetapi banyak implikasi lain. Yaitu seperti kelanjutan penguasa kerajaan, program kerja kerajaan yang terganggu karena keseteruan kabinet pemerintahan. Sebabnya kabinet tidak bertanggung jawab atas pemerintahan sebelumnya. Dan banyak implikasi lainnya.
Karenanya mungkin perlu ada rancangan regeluasi yang mengatur. Semisal tidak bolehnya ahli perlemen untuk lompat pagar atau pindah partai. Sebab, di sinilah awal bermula pemerintah tidak stabil. Jika ramai anggota perlemen yang pindah, maka partai awal menjadi tidak mayoritas.
Pindah anggota perlemen menjadi penyebab kerajaan menjadi jatuh, karena kehilangan mayoritas pendukung. Seperti itu dan begitu seterusnya.
Memang yang Dipertuan Agung menjadi sibuk menunjuk pemerintah yang baru sesuai dengan realitas yang ada. Jika terjadi lagi demikian pula keadaannya. Berulang kembali.
Nampaknya ada relevansinya jika diputuskan satu regulasi yang melarang tidak boleh lompat partai. Sekurang-kurangnya lima tahun. Tujuannya supaya pemerintah bertahan paling tidak satu periode pemilihan umum.
Sehingga negara tidak sibuk dari urusan pemerintah yang silih berganti. Tapi bisa berkosentrasi pada hal lain yang lebih penting.
Akhirnya terserah pada yang bekepentingan terutama para petinggi negara untuk mempertimbangkannya. Tujuannya tidak lain untuk kebaikan di masa medatang. Semoga!
Jakarta, 15 Februai 2022
*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com