Indramayu, Demokratis
Izin pelatihan dan pendidikan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta Seiko Japan yang berada di Desa Pekandangan Jaya, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, diduga membuka rekruitmen lowongan kerja atau magang ke negeri sakura tanpa mengantongi izin Sending Organization (SO).
Padahal, idealnya untuk memastikan bahwa LPK yang akan diikuti legal dan terpercaya maka LPK wajib memiliki izin dan persyaratan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) atau instansi terkait lainnya dengan mengantongi dokumen SO. Jika dari sejumlah syarat maupun izin tersebut diatas belum dapat dipenuhi atau ditempuh maka diduga LPK Seiko Japan cacat secara administratif.
Sam’un selaku pemilik LPK Seiko Japan ketika dikonfirmasi Demokratis, Jumat (12/01/2023), mengungkapkan bahwa lembaganya telah berdiri selama 6 tahun dengan jumlah total siswa-siswi sebanyak 600 peserta. Sedangkan untuk melancarkan praktek dunia pendidikan yang dikomersilkan itu, Sam’un melakukan kerja sama dengan sejumlah LPK lainnya yang telah memiliki izin atau SO agar peserta yang ada di tempatnya dapat berangkat.
Sam’un mengungkapkan, untuk dapat belajar di tempatnya siswa-siswi atau peserta dikenakan biaya senilai 6 juta rupiah. Sedangkan untuk bisa bekerja atau magang di negara Jepang, peserta akan dikenakan biaya tambahan senilai 35 juta sampai dengan 45 juta rupiah setiap pesertanya yaitu dengan modus bekerja sama dengan LPK lain yang telah memiliki SO.
“Iya untuk LPK kami izinnya pelatihan dan pendidikan. Tapi memang membuka proses rekrutmen, berkerja sama dengan Lembaga yang memiliki SO,” ujar Sam’un pemilik atau pengurus LPK Seiko Japan.
Sementara pantauan Demokratis di lapangan, terlihat bangunan atau gedung dua lantai yang dimiliki oleh LPK Seiko Japan tersebut sangat mewah dan menarik perhatian mata calon pekerja migran di Indramayu yang ingin bekerja dengan penghasilan luar biasa. Tampak peserta yang sedang belajar, istirahat dan sebagian ingin beribadah sholat begitu antusias belajar di bangunan itu.
Meskipun selama ini peserta tidak mengetahui bahwa keberadaan dan status mereka tidak sepenuhnya bisa langsung bekerja usai belajar di LPK Seiko Japan. Pihak LPK gencar melakukan “kampanye” dengan strategi marketing yang jitu agar publik dapat menaruh kepercayaan maupun harapan.
Pasalnya, dijelaskan oleh Sam’un yang sampai saat ini tidak memiliki SO, dikarenakan dirinya maupun pengurus LPK belum memiliki koneksi maupun jaringan yang ada di negeri sakura. Sehingga dia harus menumpang kepada LPK LPPR, Hosana Jaya, Co-op Indonesia, Osine dan Bangkit.
Sementara itu, Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, LPK tidak memiliki kewenangan untuk menempatkan pekerja migran Indonesia.
Selanjutnya, pada Pasal 49 mengatur bahwa Pelaksana Penempatan Pekerja Migran Indonesia, itu ada tiga yaitu Badan Pelindungan PMI (BP2MI-dulu bernama BNP2TKI), Perusahaan Penempatan PMI (P3MI-dulu PJTKI) dan Perusahaan Indonesia yang memiliki proyek di luar negeri.
Sedangkan LPK Saiko Japan disampaikan oleh Sam’un bahwa pihaknya tidak ada kerja sama dengan sejumlah perusahaan yang memiliki lisensi untuk rekruitmen atau penyaluran tenaga kerja.
“Kalau P3MI kita (LPK Saiko Japan) belum, hanya berkerja sama dengan sejumlah LPK-LPK yang memiliki SO saja,” imbunya.
Tercatat, LPK Saiko Japan telah berdiri sejak tahun 2016 dengan izin pendidikan dan pelatihan kerja nomor 563/ 489.A/ IX/ 2016 – Dinsosnakertans.
Menyikapi persoalan diatas, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Indramayu, Marpinda, S.Sos, SH, MH, belum dapat memberikan keterangan resmi kepada Demokratis. (RT)