Subang, Demokratis
Permasalahan mafia tanah kembali marak dan diperbincangkan sebagai isu nasional yang sangat masif. Sampai Presiden Jokowi turun tangan dan berkomentar keras terkait problematika kejahatan mafia tanah tersebut.
Presiden memberikan perhatian khusus terhadap fenomena mafia tanah dan meminta Polri untuk mengambil peran dalam membela hak para korban mafia tanah tersebut. Jokowi mengingatkan aparat kepolisian untuk tidak membekingi kejahatan mafia tanah tersebut.
Atas dasar itu, Kapolri Listyo Sigit Prabowo langsung meminta jajarannya agar tidak ragu mengusut tuntas praktik mafia tanah yang fenomenal itu.
Sebagaimana diberitakan banyak media massa, praktik-praktik mafia tanah telah meluas dan merajalela di mana-mana.
Terkait itu seperti yang menimpa sedikitnya 40 warga/petani penggarap tanah timbul/negara di Blok Bantar Kanyere, Desa Suriamedal, Kecamatan Surian, Kabupaten Sumedang, seluas kurang lebih 54.829 m2 sebanyak 40 bidang, kini resah dan terpaksa harus gigit jari.
Pasalnya, mereka tidak mendapatkan ganti rugi garapan lahan/tanah itu yang sudah dikelola selama 20 hingga 30 tahunan karena diduga diklaim pihak lain (mafia tanah-red).
Atas fenomena itu, LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) melayangkan surat pengaduan ke Kejari Subang yang ditembuskan ke Presiden-RI, Kejagung-RI, Kepala BPN Pusat, Kejati Bandung dan Bupati Subang.
Pentolan GERAK Amat Suhenda, S.Pd meminta Kejari Subang agar segera menindak tegas dugaan perbuatan melawan hukum bagi oknum Satgas/Pantia pengadaan tanah peruntukan pembangunan Bendungan Sadawarna, Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat yang mulai dibayarkan sebagai ganti untung kepada masyarakat.
Pihaknya meduga bila garapan lahan/tanah mereka diklaim pihak lain yang diduga dilakukan oknum Satgas Panitia pembebasan tanah/lahan Kabupaten Subang yang berkolaborasi dengan oknum tertentu dan memiliki otoritas pembebasan tanah/lahan dengan cara merekayasa dan memanipulasi data sehingga muncul sejumlah nama dan obyek lahan/tanah yang tidak semestinya atau tidak sesuai kenyataan di lapangan.
Modus operandinya mulai dari merekayasa bukti penguasaan kepemilikan lahan/tanah, bangunan, tanaman dan benda lainnya yang berkaitan dengan tanah, luas tanah, status dan dokumennnya dsb.
Didapat informasi dari berbagai sumber sebagai testimoni disebutkan oknum Satgas/Panitia pengadaan pembebasan lahan/tanah yang diduga melakukan manipulasi data dan obyek lahan/tanah Bendungan Sadawarna di antaranya bernama TR dan Edng, ST, Trsno sehingga yang bersangkutan menjadi memiliki lahan dan mendapatkan ganti untung yang nilainya mencapai miliaran.
Disebut-sebut rekayasa dan manipulasi data itu juga melibatkan mantan Kepala Desa Sadawarna Acl Sam yang turut andil mendalangi.
Menurut Amat perbuatan oknum tersebut diduga melanggar KUHP Pasal 263 tentang pemalsuan surat/penggunaan dokumen palsu, Pasal 266, tentang menyuruh menggunakan dokumen palsu, UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001, Jo Pasal 2 yang berbunyi “Setiap orang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara”.
Selain itu, masih kata Amat, dalam surat pengaduannya, sesuai dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-XIV/2016 kata ’DAPAT’ dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memiliki arti frasa sebelum atau sesudah kerugian negara terjadi maka itu dapat dipidanakan.
Amat saat dihubungi melalui sambungan aplikasi WhatsApp (22/12) menandaskan, pihaknya mendesak agar Kejari Subang segera mengambil tindakan tegas dan mengusut tuntas kasus ini demi menjunjung tinggi hukum dan keadilan yang berketuhanan.
“Pihaknya juga berharap lahan/tanah garapan yang mereka olah selama 20 hingga 30 tahunan dan kini terkena dampak proyek bendungan Sadawarna bisa memperoleh ganti untung sesuai garapan dan haknya masing-masing,” pungkasnya. (Abh)