Jakara, Demokratis
Nama Djoko Tjandra buronan kakap yang belasan tahun lari keluar negeri, tiba-tiba muncul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) atas putusan pidana yang menimpanya.
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia di Jalan Trunojoyo Jakarta pun tiba-tiba ikut terguncang karena salah satu jenderalnya mendadak dipecat lewat telegram yang ditanda tangani Kapolri.
Di gedung parlemen saat rapat kerja Komisi III dan Menkumham langsung dihentikan saat membahas masuknya buronan Djoko Tjandra yang sebelumnya pernah masuk red notice buronan polisi sedunia.
Ketua Komisi III Herman Hery di DPR malah berpolemik terbuka lewat pernyataan pers karena Wakil Ketua DPR Aziz Syamsudin tidak menerbitkan rekomendasi Rapat Kerja Komisi III dengan Kapolri Jenderal Idham Aziz pada masa reses. Herman Hery kabarnya sampai sempat murka karena telah mengusulkan agar dibentuk Pansus Djoko Tjandra. Namun akhirnya semua tindakan diambil alih oleh pejabat pemerintah.
Red Notice
Di dalam dunia kepolisian red notice disebut sebagai tercatat golongan merah atau orang yang harus ditangkap oleh polisi di seluruh dunia. Anggota Komisi III DPR Wihadi Wiyanto langsung mempertanyakan siapa yang meminta, alasan apa sehingga pihak National Central Bureau (NCB) atau Interpol mencabut status buronan terpidana cessie hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra sejak 13 Mei 2020 lalu.
Yang waktu itu bersamaan dengan setelah terbitnya Maklumat Kapolri menyambut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa Covid-19. Sementara penerbangan khusus cuma memperbolehkan penerbangan khusus atas izin kementerian.
Wihadi mengaku heran atas gampang dan mudahnya status buronan DjokoTjandra dicabut. Lalu sempat mengajukan PK ke Pengadilan serta membuat e-KTP baru dengan semua begitu mudahnya.
“Yang kami pertanyakan lagi siapa yang meminta dan untuk alasan apa NCB dengan status red notice Djoko Tjandra itu dicabut,” kata Wihadi saat dhubungi, Kamis (9/7/2020).
Apalagi dihapusnya status buronan Djoko Tjandra oleh NCB tidak sampai kepada pihak aparat penegak hukum yang lainnya.
“Ini jadi pertanyaan saya karena kalau red notice dicabut oleh NCB, seharusnya sepengetahuan Jaksa, lalu apakah ini sepengetahuan juga Pengadilan karena status Djoko Tjandra itu sudah terpidana,” ujarnya.
“Pekan depan kami akan panggil Imigrasi lalu Polri dan lain-lain. Akan kita cari tahu sampai sejauh mana informasi yang mereka telah dapati dalam kasus ini dan ini mesti harus kita dalami,” tambah Wihadi.
Sebelumnya Imigrasi akhirnya ikut buka suara terkait masuknya buronan kasus korupsi Cessie, hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra.
Awal Celaka
“Pada tanggal 5 Mei 2020 yang lalu ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa red notice atas nama Djoko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem berbasis data karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung RI,” ujar Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang di Jakarta, Selasa (30/6/2020).
Menurutya, dalam hal ini hanya Kejaksaan Agung yang bisa memperpanjang status red notice. Sedangkan imigrasi hanya menjalankan perintah dari Sekretaris NCB Interpol saja.
“Makanya Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Soegiarto Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020,” ujar Arvin lagi.
Namun sesudah itu, katanya lagi, nama Djoko Tjandra kembali mendapat pencekalan sejak 27 Juni 2020. Hal ini karena ada permintaan dari Kejaksaan Agung yang memasukkan nama Djoko dalam daftar pencarian orang.
“Yang menurut dalam data perlintasan Imigrasi tak ada data Djoko Tjandra. Perlu disampaikan bahwa atas nama Djoko Tjandra alias Joe Chen juga tidak ditemukan dalam data perlintasan. Hal ini masih diselidiki,” kata Arvin.
Tumbal Jenderal
Dalam hitungan yang cepat dan mengejutkan Mabes Polri melakukan penyelidikan internal untuk mengusut dugaan surat sakti atau katebelece untuk terpidana korupsi BLBI Djoko Tjandra.
“Sampai di sini Komisi III mengapresiasi Mabes Polri. Langkah ini akan menjaga marwah Polri sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara,” tandas anggota Komisi III DPR Cucun Ahmad Sjamsurijal yang ikut bergerak cepat pada wartawan, Jumat (17/7/2020).
“Saya menilai pencopotan Brigjen Prasetijo Utomo dari jabatannya oleh Kapolri Jenderal Pol Idham Azis dan pembentukan Tim Khusus oleh Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo dalam rangka untuk mendalami dugaan penyalahgunaan wewenang, pemalsuan surat, termasuk menyelidiki adanya aliran dana kepada yang bersangkutan merupakan langkah tepat dan masih dugaan,” paparnya.
Dikatakan, apa yang dilakukan Brigjen Prasetijo Utomo dengan menerbitkan surat jalan bagi DPO kakap seperti Djoko Tjandra bagaimanapun juga telah mencoreng institusi Polri. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir Polri terus melakukan berbagai upaya agar semakin profesional, modern, dan terpercaya (Promoter).
“Namun masih saja ada oknum yang melakukan tindakan dan langkah yang menciderai upaya tersebut,” kata tokoh Jawa Barat ini.
Menuruntya, Polri sebagai organisasi besar memang tidak bisa menghindari adanya kesalahan, kecerobohan, dan keteledoran anggotanya. “Namun langkah cepat yang dilakukan Kapolri dan Kabereskrim menunjukkan keseriusan dalam menegakkan disiplin organisasi Polri,” imbuhnya.
Brigjen Prasetijo Utomo langsung dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri pekan lalu.
Tim Khusus langsung dibentuk oleh Mabes Polri yang dimaksudkan untuk menindaklanjuti adanya dugaan tindak pidana oleh yang bersangkutan.
“Ini menunjukkan kepada publik bahwa seorang Jenderal bintang satu pun jika ada indikasi melanggar hukum akan diusut tuntas. Ini artinya Polri tidak tebang pilih. Jika bersalah juga disidik secara pidana,” katanya.
Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit sekarang sedang tengah mengusut tuntas kasus tersebut. Termasuk berupaya menyelidiki terbitnya surat jalan, peristiwa terhapusnya red notice, dan munculnya surat keterangan sehat bagi Djoko Tjandra.
“Artinya akan ada penyelidikan penyelidikan baru yang bisa saja memunculkan nama baru selain Brigjen Pol Prasetijo Utomo di seputar Djoko Tjandra. Kita dari Komisi III akan membantu mengawasi dan memberikan support penuh atas inisiatif ini,” tegasnya.
“Saya berharap agar kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi Korps Bhayangkara untuk secara sungguh-sungguh menjaga marwah lembaga. Jangan sampai nila setitik, rusak susu sebelanga,” kata Cucun anggota Komisi Hukum DPR.
Marwah DPR
Sementara itu, jadwal rencana Komisi III yang akan menggelar rapat kerja gabungan dengan pemerintah terhambat karena tidak terbitnya rekomendasi dari Wakil Ketua DPR Aziz Syamsudin dengan alasan larangan Tatib DPR untuk menggelar rapat kerja pada saat reses.
Sedang Ketua Komisi III Herman Hery telah mengirim surat rencana rapat kerja gabungan kepada Ketua DPR Puan Maharani. “Puan menyatakan persetujuannya,” jelas Hery.
“Puan Maharani harus kembali rapat dengan Aziz Syamsudin jika ingin DPR lebih baik di mata rakyat. Skandal Djoko Tjandra tidak bisa dinilai hal biasa harus ada upaya diskresi meski Tatib DPR membatasi tapi tak melarangnya,” kata pakar tata negara Margareto Khamis di Jakarta, Senin (20/7/2020). (Erwin Kurai)