Subang, Demokratis
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang.
Kedua tersangka tersebut adalah IS, mantan Kepala Desa Blanakan, dan EH, yang menjabat sebagai Sekretaris Desa saat itu.
Ironisnya, kedua tersangka merupakan pasangan suami-istri.
Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Subang, Bambang Wirnarno, menyampaikan bahwa kasus ini terkait dengan penyalahgunaan keuangan desa (baca: APBDes) bersumber dari Dana Desa TA 2022 dan 2023.
“Korupsi pengelolaan keuangan Desa Blanakan Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Tahun Anggaran (TA) 2022 dan 2023,” ujarnya dalam keterangan persnya, (12/9/2024).
Bambang menambahkan, pada tahun 2023, terdapat penggunaan dana sebesar Rp242.879.000 merupakan Silpa dari Dana Desa TA 2022 yang tidak dilaporkan sebagaimana mestinya.
“Pada tahun 2023 terdapat realisasi penggunaan dan pertanggung jawaban dana hasil temuan IRDA dan tindak lanjut dari Dana Desa Tahun Anggaran 2022 sebesar Rp242.879.000 tidak dilakukan mekanisme pelaporan keuangan tahun 2023 sebagai pendapatan lain-lain Silpa keuangan desa (baca: APBDes) TA 2023 dan tidak tercantum dalam ketetapan Peraturan Kepala Desa Blanakan Tahun Anggaran 2023,” katanya.
Akibat tindakan tersebut, pengelolaan keuangan desa menjadi tidak transparan. “Sehingga bahwa dalam pelaksanaan kegiatannya pengelolaan keuangan desa menjadi tidak transparan karena ada dana yang tidak dilaporkan dengan benar,” ungkap Bambang.
Tidak hanya itu, Bambang juga mengungkapkan adanya beberapa proyek fiktif pada tahun 2023. “Bahwa di tahun 2023 juga pembangunan yang tidak dilaksanakan ada dalam hal ini dikatakan fiktif yaitu yang pertama untuk pembangunan rehabilitasi tembok penahan tanah sebesar Rp55 juta sekian, yang kedua kegiatan peningkatan produksi tanaman pangan sejumlah Rp55 juta sekian, dan yang ketiga peningkatan produksi peternakan alat produksi pengelolaan kandang satu paket sejumlah Rp105 juta sekian. Selanjutnya pemeliharaan saluran irigasi tersier sejumlah Rp72 juta sekian,” imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa bantuan tunai kepada masyarakat miskin sebesar Rp251 juta yang seharusnya disalurkan melalui APBDes 2023 juga tidak sampai kepada yang berhak.
“Dalam APBDes 2023 terdapat bantuan tunai kepada masyarakat miskin sebesar Rp251 juta yang tidak tersalurkan. Rp251 juta ini merupakan tahapan kedua, ketiga, dan keempat yang tidak disalurkan kepada masyarakat,” jelasnya.
Atas perbuatannya, IS dan EH dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Adapun pasal yang disangkakan, primer melanggar pasal 2 ayat 1 Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi junto Pasal 55 ayat 1 KUHP, Pasal 64 ayat 1 KUHPidana,” jelasnya.
“Subsider melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas nama Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP Jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana,” sambung Bambang.
Dari hasil audit investigatif yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Subang, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp1,2 miliar akibat tindakan korupsi ini.
“Bahwa berdasarkan hasil audit investigatif Inspektorat Kabupaten Subang menjelaskan bahwa atas kerugian keuangan daerah yang diakibatkan sebesar Rp1.252.434.000.920,” imbuhnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik, mengingat peran penting yang diemban kedua tersangka sebagai pemimpin dan pengelola keuangan desa yang seharusnya bertanggung jawab dalam melayani masyarakat. (Abdulah)