Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Marwan Cik Hasan: Sri Mulyani Agar Jangan Bebani Hutang Besar Pada Pemerintahan Mendatang

Jakarta, Demokratis

Bagaimana posisi hutang sekarang ini di tengah pelemahan ekonomi dunia. Seberapa berat resikonya?

Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Hasan berharap pada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar tidak membebani hutang yang berat kepada pemerintahan yang akan datang sebab karena indeks rasio hutang sudah tinggi yakni 40 persen dari produk domestik bruto.

Apalagi dalam RAPBN 2022 yang tengah dibahas oleh DPR RI masih bersumber mengandalkan pajak yang juga tak mudah karena ekonomi belum normal.

“Saya tidak tega saja untuk berbicara lebih keras tadi kepada Menteri Keuangan. Makanya, saya berbicara moderat hanya soal ekonomi yang normatif,” kata Marwan Cik Hasan seusai Rapat Kerja di Bada Anggaran DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubenur Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (25/8/2021).

Marwan memprediksi ekonomi tahun depan masih kembali berat apabila hanya mengandalkan ekonomi skala besar. “Saya setuju agar stimulus UMKM diperkuat lebih dahulu supaya ekonomi bergerak kembali. Saya belum yakin betul bahwa korporasi besar akan kembali normal di tahun ini. Saya setuju korporasi besar diperkuat tapi secara bertahap,” ujarnya.

Sehari sebelumnya ketika menjawab pertanyaan pandangan Fraksi-fraksi atas RAPBN 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani di dalam jawabannya menyatakan tidak akan berhutang. Bahwa sumber pendapatan RAPBN 2022 bersumber dari pajak.

Marwan sendiri bisa membenarkan argumen Sri Mulyani itu. Karena dari sisi anggaran tahun lalu saja masih ada sisa Silpa APBN yang masih cukup tinggi sekitar Rp338 triliun. Padahal bunga hutang pinjamannya yang harus dibayar 6-7 persen jika dibandingkan dengan suku bunga hutang yang dibayar negara tetangga cuma berkisar 2-3 persen saja atau lebih kecil bunganya.

“Ini membuktikan mengandalkan hutang atau pengelolaan hutang yang tidak efektif. Anehnya hutang pemerintah malah lebih cepat dicairkan tapi tidak dipergunakan pula. Padahal sebaiknya hutang itu dipergunakan untuk sektor ekonomi produktif yang dapat mengungkit pertumbuhan ekonomi,” tandas Marwan murid junior dari Sri Mulyani di Universitas Indonesia.

“Jadi resiko atas ekonomi yang terpuruk dengan rasio hutang yang tinggi, jikalau masih diikuti dengan pengajuan hutang baru di lembaga keuangan dunia maka konsekuensinya beban hutang negara menjadi lebih berat. Termasuk mengandalkan pajak dalam negeri juga berat karena ekonomi belum pulih benar,” pungkasnya.

Adapun posisi total hutang terakhir mencapai sekitar Rp6.800 triliun dengan proporsi dibandingkan dengan GNP sebesrar 40 persen. (Erwin Kurai Bogori)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles