Yogyakarta, Demokratis
Masa jabatan ketua umum (ketum) dan sekretaris jenderal (sekjen) partai politik (parpol) diusulkan hanya satu periode (5 tahun) demi mencegah kepemilikan oleh individu atau keluarga.
Usul ini disampaikan Sri Harjono, penulis buku Pergerakan Menuju Pembaharuan Nusantara, dalam acara bedah bukunya di Gedung University Club (UC) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada Minggu 1 Mei.
“Reformasi politik sejak 1999 justru melahirkan partai-partai yang dikendalikan oleh keluarga. Ini membahayakan masa depan demokrasi dan bangsa,” ujar Harjono, Senin (2/6/2025).
Menurutnya, praktik sistem kepartaian saat ini telah menyimpang dari prinsip demokrasi. Partai politik berubah menjadi aset pribadi untuk mengamankan kekuasaan di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Harjono menilai kondisi ini mendorong loyalitas semu, bukan berdasarkan kompetensi atau meritokrasi.
“Politisi ditunjuk berdasarkan loyalitas, bukan kemampuan. Ini menggerus meritokrasi, termasuk di jajaran birokrasi pemerintahan,” katanya.
Hal tersebut, lanjut Harjono, turut memperparah praktik korupsi karena pengelolaan keuangan negara tidak lagi berorientasi pada rakyat. Alokasi anggaran, baik APBN maupun APBD, tidak digunakan secara efektif dan efisien.
Dia menegaskan perlunya pembaharuan menyeluruh dalam sistem kepartaian nasional. Selain membatasi masa jabatan pengurus partai politik hingga tingkat daerah, ia juga menyoroti penggunaan dana bantuan partai dari negara.
“Bantuan keuangan 60% dialokasikan untuk pendidikan politik tetapi dalam praktiknya, bantuan ini justru memperkuat dominasi elite partai,” jelasnya. (EKB)