Setelah Timor Timur lepas dari dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjelang tahun 2000-an, kini selang 20 tahun Papua Barat melakukan hal yang sama. Faktanya Benny Wenda menyatakan pembentukan pemerintah sementara 1 Desember 2020, dengan bertindak untuk dan atas nama Ketua The United Liberation Movement For West Papua (ULMWP). Seperti ditulis Koran Tempo (5/12/2020).
Berita itu ada yang menilai tidak serius, dengan beralasan siapa rakyat pendukungnya dan mana teritorial yang dikuasainya. Artinya sebuah ilusi yang digadang-gadang oleh media asing belaka. Hal yang sama disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah sebagai menghasut dan mendalangi kriminal. Demikian Koran Tempo.
Namun demikian boleh juga dipertanyakan apa sesungguhnya di balik ini? Yaitu (1) apa yang salah dan (2) apa faktor utama dari peristiwa ini?
Dua esensi persoalan yang memang tidak mudah dijawab. Meski demikian agaknya jadi unsur utamanya adalah rasa tidak puas dan keinginan bebas dari masalah. Maka ungkapan penulis ajukan adalah teori tentang pursuit liberty in live happiness. Dalam topik ini ingin mencoba mengabtraksikan berkaitan masalah Papua Barat, dalam mencari kebebasaan yang membahagiakan.
Artinya pemerintah Jakarta masih belum dapat memenuhi harapan hidup mereka. Meskipun Pemerintah Pusat sudah berusaha maksimal membangun wilayah yang paling timur itu. Itu saja.
Inilah keinginan kuat mereka. Yakni ingin mencari kebebasan (pursuit liberty) dan live happiness (kehidupan yang berbahagia). Sebuah cita-cita bagi orang Papua. Tidak bisa kita tolak. Normal-normral saja. Berlaku bagi siapa saja.
Namun munculnya masalah Papua dengan pernyataan merdeka memisahkan diri dari NKRI mengejutkan dan merupakan masalah negara di ujung tahun 2020 ini. Di saat kita diterpa pandemi Covid-19 dan di saat ekonomi susah tiba-tiba ada wilayah menyatakan berpisah dengan NKRI. Sedang susah ditimpa beban masalah pula.
Bagi pandangan umum Indonesia kita dengan NKRI sudah final dan tidak ada masalah lagi. Kenyataan orang Papua belum menerima penuh. Sehingga masih ada saja masalah keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Pandangan itu berdasar saat Republik Indonesia sudah terwujud dari Sabang hingga Merauke (Papua). Sudah selesai. Hal lain diselesaikan dengan cara seksama.
Kembali soal apa yang salah, ini harus kita kaitkan dengan dengan konsep kebebasan atau kemerdekaan dalam kebudayaan manusia. Dari suku bangsa yang saling mengenal, dan menjadi manusia terbaik.
Bagi mereka yang suka mempelajari perkembangan konsep kebangsaan, faham bahwa pursuit liberty adalah kebebasan berkebudayaan. Jadi yang terbaik bagi bangsa itulah yang terbaik bagi manusia Indonesia dalam wujud dari kebudayaan, daya pikir dan akal budi bangsa Indonesia. Unsur itu berakar dari konsep bangsa dan konsep kabilah, puak secara universal. Jadi finalnya NKRI adalah berdasar dari terpadunya unsur bangsa dan puak sudah menjadi prinsip universal.
Sementara konsep live happiness atau berbahagia berdasar dari cita-cita kesejahteraan. Sudah diatur sebagai keadilan sosial, keadilan manusia beradab, bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hak itu dinyatakan dalam konstitusi.
Dengan demikian adanya Indonesia merupkan wujud sosiologis, wujud kebudayaan yang sudah jelas. Tinggal pelaksanaan. Adanya kekurangannya perlu kesabaran. Dengan demikian pemisahan Papua harus ditolak, karena tidak sesuai dengan prinsip dan cita-cita Indonesia sebagai bangsa.
Jakarta, 6 Desember 2020
*) Masud HMN adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta