Rabu, September 17, 2025

Melawan Teror Tak Kunjung Padam

Jakarta, Demokratis

Teror dan intimidasi. Itulah yang dialami keluarga Haposan Siregar, akhir-akhir ini.
Hal itu bisa terjadi, setelah dia dan istri Sabarati Barus beserta ke-4 anak mereka menempati lahan seluas lebih kurang 5000 M/2 di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat.

Sebagian lahan itu memang dipakai untuk memyewakan parkir mobil. Sebagian lagi, dipakai orang lain untuk usaha lain seperti cucian mobil dan kontrakan.
Haposan sendiri selama ini sangat aktif di kegiatan-kegiatan gereja dan sangat rindu untuk mengabarkan kebenaran firman Tuhan.

Makanya, saat menghadapi teror dan intimidasi ini, Siregar juga tetap sabar dan mengandalkan Tuhan sebagai pegangan hidupnya. Tegasnya, Tuhan tetap menjadi nomor satu dalam menghadapi situasi genting sekalipun.

“Teror dan intimidasi ini sebenarnya sudah terjadi sejak kakak saya, Tio Minar boru Siregar menjaga lahan ini sejak 1980,” kata Haposan Siregar.
”Setelah kakak meninggal, 14 Maret 2024, dan saya menjadi ahli warisnya menempati lahan ini, teror dan intimidasi terus ada. Teror yang tak kunjung padam,” tambah Haposan Siregar didampingi istrinya, Sabarati Barus di Jakarta, Selasa (2/9/2025).

 

Listrik Diputus

Menurut Haposan, teror dan intimidasi kali ini juga cukup dahsyat. Segala cara dilakukan, yang tujuan sebenarnya ingin mengusir mereka dari lahan ini.
Misalnya seperti kejadian pada 22 Agustus 2025. Ada seorang yang merasa punya hak atas tanah ini membawa massa preman untuk melakukan pengusiran dengan mengatakan supaya mengosongkan lahan. Mereka mengaku dengan mengatasnamakan dari Yayasan Sosial Kesehatan Kristen dan PGI (Persekutuan Gereja-gereja Kristen di Indonesia).

Mereka juga melakukan intimidasi dengan cara mengawasi langsung di areal lahan. Dan, mau mendirikan tenda.
Bahkan, ada salah satu anggota preman itu meminta agar keluarga Siregar memberikan nomor-nomor pemilik mobil dan meminta uang sewa parkir ditransfer ke mereka dengan membuat pengumuman di depan gerbang.

“Ini memang sudah keterlaluan. Mau mendirikan tenda di lahan yang saya tempati. Waktu itu, saya bilang, mohon maaf, kalian harus pergi karena kalian sudah menempati lahan orang tanpa izin. Akhirnya, mereka ke luar, ” kata Siregar.

Lebih dahsyat lagi, mereka bahkan berani memutus aliran listrik, sehingga rumah jadi gelap gulita.
Saat wawancara dengan wartawan, Selasa (2/9/2025), aliran listrik dari PLN sudah tidak ada dan kotaknya sudah dicabut.

Siregar beserta keluarga sementara terpaksa menggunakan generator untuk menerangi rumahnya.
Tentu saja jadi boros dan tidak bisa dipakai terus karena mesinnya bisa panas. ”Jam 02.00 WIB dini hari, generator dimatikan, karena mesinnya panas,” kata Sabarati Barus.

Karena merasa diteror dan diintimidasi, Siregar mengakui, pihaknya telah menempuh jalur hukum.
”Ya, kami sudah menempuh jalur hukum perdata dan pidana. Hukum perdata sudah masuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedang di ranah Pidana masih di Polres Jakarta Pusat,” kata Joni Sirait, Pengacara Haposan Siregar saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Joni Sirait menambahkan, dengan terjadinya peristiwa pencabutan listrik ini, diharapkan dapat membongkar semua siapa-siapa saja nanti yang berada di balik teror dan intimidasi ini.

“Data-data dan bukti-bukti sudah ada kami pegang. Sungguh hebat yang membuat rekayasa ini,” tambah Joni Sirait.

Menurutnya, orang yang merekayasa kasus ini sangat cepat bekerja, profesional dan sistemik. ”Saya duga, ada yang ingin mengincar tanah ini,” kata Joni Sirait.

Lokasi tanah seluas lebih kurang 5000 M/2 di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat ini memang strategis dan masuk kategori area bisnis.

Harga pasaran tanah di area ini sudah mencapai 40 juta/m2. Dengan harga Rp 200 miliar, tentu orang yang berduit tergiur mengincar tanah ini.
Data yang diperoleh, beberapa waktu lalu, Lahan ini awalnya untuk usaha RSIA (Rumah Sakit Ibu dan Anak) di bawah naungan Yayasan Sosial Kesehatan Kristen yang berinduk ke PGI.

Tio Minar boru Siregar, yang juga kakak kandung Haposan Siregar tercatat sebagai perawat sejak 1980.
Seiring berjalannya waktu, pihak yayasan menyerahkan pengelolaannya kepada Tio Minar boru Siregar, karena waktu itu usaha rumah sakit tersebut tidak terurus.

”Waktu kakak saya juga masih mengelolanya, teror dan intimidasi sudah ada. Tapi, kakak saya tetap bertahan dan berpegang kepada kebenaran firman Tuhan,” kata Haposan Siregar. (Red/Dem)

Related Articles

Latest Articles