Bandung, Demokratis
Goresan tinta perjuangan era reformasi tahun 1998 hampir di seluruh tanah air bergejolak menginginkan perubahan kepemimpinan Republik Indonesia. Perjuangan ini juga perlu kita sampaikan pada era pemerintahan Kabinet Merah Putih Presiden RI Prabowo Subianto tentang para member yang dirugikan oleh PT DNA Pro diduga investasi bodong dapat rugikan member ratusan miliar rupiah. Kondisi member saat ini perlu diselesaikan oleh pemerintah karena sudah lama berlarut-larut belum ada penyelesaian.
“Untuk itu, kami mengharapkan para member PT DNA Pro nota bene dirugikan adalah juga rakyat yang memiliki hak-hak asasi manusia, sudah jelas harus dibantu oleh pemerintah. Untuk itu, kerugian para member PT DNA Pro mencapai ratusan miliar rupiah, pada tahun 2021 diblokir oleh Kementerian Perdagangan sehingga rugian para member ratusan miliar lebih. Dalam hal ini kami mewakili atas nama member mengharapkan agar erea Presiden Prabowo Subianto melalui Kabinet Merah Putih dapat menyelesaikan untuk kepentingan rakyat,” jelas Thomas Sitepu.
Dijelaskan pengalamannya yang sudah dia lalui waktu itu, Thomas Sitepu sehari sebelumnya tampil menjadi orator unjuk rasa mahasiswa Bandung (SIB) Ketua Harian Eksponen 66 Jawa Barat Thomas Sitepu dianiaya sejumlah oknum setelah tampil sebagai orator pada unjuk rasa mahasiswa di Bandung, Jawa Barat.
Akibatnya ia saat ini dirawat di salah satu rumah sakit yang dirahasiakan. Demikian dilaporkan wartawan harian ini dari Bandung semalam. Pada hari Sabtu (16/5/1998 ) pagi.
Thomas Sitepu yang dua periode menjadi anggota DPRD TK I Jawa Barat dari Golkar didampingi DR Barita Siregar, Ir. Bowono (Aktivis Mahasiswa), Bambang Hidayat (ITB). Drs. Azan Sujana (Universitas Padjajaran), Prof. Aris Sidarta (Universitas Padjajaran), Dr. Andung, Amidullah, Adilaga Universitas Padjajaran) menghadap Panglima Kodam III/Siliwangi Mayjen Djamari Chaniago. Dalam pertemuan dengan Pangdam III, selaku Ketua Bakorstranasda Jawa Barat di Makodam III Jl. Aceh tersebut, mereka meminta agar tidak satupun letusan di Jawa Barat menanggapi aksi mahasiswa yang semakin marak akhior-akhir ini. Jawa Barat tidak rela ada penembakan di wilayah ini seperti yang terjadi di Jakarta, pinta mereka.
Selesai pertemuan itu, mereka berangkat menuju DPRD Jawa Barat mendukung puluhan ribu mahasiswa yang tengah melakukan aksi unjuk rasa reformasi.
Pada suatu kesempatan Sabtu sore itu, Thomas Sitepu memang naik ke panggung yang disediakan oleh DPRD Jawa Barat. Dari mimbar bebas, ia dengan lantang dan vokal melontarkan beberapa pertanyaan kepada hadirin, yang kemudian mendapat jawaban gemuruh.
Keesokan harinya, tepatnya Minggu (17/5), seperti biasa Thomas Sitepu asal tanah Karo tersebut bersama keluarganya berkunjung ke rumah temannya. Tetapi ketika ia meninggalkan rumah temannya itu untuk maksud kembali ke rumahnya, sekitar pukul 12.30 WIB, portal tertutup. Maka ia turun dari mobilnya untuk membuka portal (penghalang) jalan tersebut.
Saat itulah kepala bagian belakangnya dihantam pakai pentungan. Ketika ia membalikkan badan, mukanya pun dihantam sehingga luka parah dan berlumuran darah.
Thomas yang tokoh KAPPI di Bandung tahun 66 terkenal pemberani dan pernah unjuk rasa sendirian ke Istana Presiden RI Jl. Merdeka Utara Jakarta itu mencoba melakukan perlawanan spontan.
Namun oknum yang menganiaya itu menodongnya dengan senjata. Melihat itu Thomas berteriak minta pertolongan, sehingga masyarakat sekitar banyak berdatangan, membuat pelaku penganiayaan itu kabur dalam sekejap mata dengan sepeda motornya masing-masing.
Ketika wartawan harian ini menghubunginya di suatu tempat yang dirahasiakan (masih dirawat). Selasa (19/5) siang. Thomas Sitepu mengatakan, ia sangat yakin bahwa yang menganiaya dirinya di siang bolong hari Minggu (17/5) itu adalah “Oknum yang terlatih”.
“Saya melihat mereka sebanyak 3 orang menutup kepala dengan topi dan bersepeda motor dengan penampilan sangat terampil dan terlatih. Ia mengatakan, penganiayaan itu mungkin dimaksudkan agar ia dan rekan-rekannya menahan diri, tidak vokal alias bungkam.
“Tetapi tidak mungkin. Tidak seorang pun dapat membungkam saya kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa,” tegasnya dengan suara lantang meski masih merasakan kesakitan akibat penganiayaan yang dialaminya itu.
Ia menilai, pernyataan Bung Harmoko pada jumpa pers hari Senin (18/5) sore itu sudah tepat, bijaksana dan aspiratif menyampaikan aspirasi yang ada di tengah-tengah rakyat Indonesia akhir-akhir ini.
Itu adalah hak pimpinan DPR sesuai sumpahnya ketika dilantik menjadi anggota DPR/MPR untuk membela kepentingan bangsa dan negara. Soal Pak Harto belum mau mundur segera, juga haknya. Tetapi sebaiknya semua pihak harus menjaga persatuan dan kesatuan dengan terus menuntut dilakukan reformasi total secepatnya, katanya tegas.
Berbicara tentang tragedi di Universitas Trisakti hari Selasa kelabu tanggal 12 Mei 1998, ia mengatakan, melihat organisasi ABRI yang sangat mantap, dalam sekejap juga pasti diketahui siapa yang melakukan penembakan itu. Tetapi baiklah, kita akan tunggu pimpinan ABRI mengumpulkan fakta-faktanya. Lain hal kalau di negara ini sudah tidak ada lagi hukum, ucapnya. Source Harian SIB (21/5/1998). (Is/Tim)