Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Membuhul Niat Dalam Hidup

Kiyai Haji Bustami Ibrahim dalam bukunya Lembaga Budi menulis sebuah judul Membuhul Niat. Dijelaskan bahwa niat itu landasan amal tujuannya supaya amal terwujud menurut mestinya. Begitulah uraian di buku tersebut.

Rasanya topik itu cukup menarik dan amat sesuai dengan kondisi saat ini. Karena tak jarang niat awal yang baik tidak linear lurus. Di tengah jalan sering berubah. Terjadi kekeliruan dan penyimpangan. Maka tidak ada salahnya kalau terjadi kekeliruan kita kembali ke pangkal awal perjalanan.

Tentang kekeliruan itu dibentangkan oleh KH Bustami Ibrahim alm—tokoh muslim Sumatera Utara era tahun enam puluhan itu—mengkaitkan dengan cita-cita hidup seorang muslim. Bagaimana dalam kehidupan supaya berjalan lurus, lempang dan kosisten. Untuk itu, perlu ada kekokohan niat, konsistensi motivasi serta kemauan kuat dalam kepastian. Jangan sampai terjadi ibarat kata diharapkan panas sampai petang kenyataannya hujan tengah hari.

Membuhul niat, adalah mengikatkan, menjaga atau mengawal motivasi. Pada konteks makna operasional tatanan masyarakat adalah menjaga, mengikatkan, mengencangkan substansi tekad untuk mencapai cita-cita. Makna operasional membuhul niat ini atau kontekstual karena banyak aral melintang, banyak hambatan dan banyak godaan. Dalam konteks inilah keharusan perlunya kontrol mengamankan niat untuk sampai ke tujuan.

Mencapai tujuan landasannya niat. Tanpa landasan motivasi bisa berantakan atau kacau. Bukankah ada hadis Nabi yang menegaskan sesuatu amal itu ditentukan oleh niatnya. Innama a’malu bin niat. Niat bergeser, maka alat perbuatan itu akan berubah nilainya atau esensinya. Identiknya niat baik nilai amalnya baik. Jika niatnya bergeser maka nilainya pun bergeser pula. Bisa amalnya tidak bernilai seperti awalnya.

Dalam kaitan hubungan motivasi dan realitas. Muhamad Natsir tokoh muslim terkemuka pernah memberi ilustrasi yang bagus dalam mencontohkan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam pidatonya pada rapat akbar di lapangan Dwikora Pekanbaru tahun 1968 bahwa ada pergeseran niat perjuangan kemerdekaan Indonesia. “Dulu kita berjuang untuk kemakmuran rakyat, tapi sekarang ini (waktu itu 1968) orang sudah mulai berusaha membagi-bagi hasil perjuangan untuk masing-masing diri sendiri,” katanya.

Kesan dari Mohammad Natsir jelas menunjukkan motivasi atau niat telah sontak berubah. Dari  motivasi untuk rakyat menjelma menjadi motivasi keuntungan masing-masing peribadi. Ya, itulah!

Mungkin kesabaran melihat kesempatan peluang telah ikut menggoda. Kapan lagi. Saat ada peluang untuk ambil sesuatu untuk pribadi. Fenomena ini kian nyata pada bangsa kita ini.

Pembelajaran dari ucapan Mohammad Natsir di atas adalah konstatasi nyata waktu itu. Namun penampilannya yang sederhana dan apa adanya dicatat sejarah. Bahkan pakainnya masa jadi Perdana Menteri amat sederhana. Baju dinasnya pernah dipakai lusuh dan sobek. Demikianlah gambaran tokoh sederhana, sabar dan menunjukkan niat yang lurus serta otentik.

Untuk melengkapi itu semua, Muhammad Natsir juga menuliskan ayat Al Quran di dinding rumahnya esensi pejuang dan kesabaran dan keikhlasan tersebut. Mungkin tidak semua memperhatikan tulisan itu. Agaknya itu pula menjadi pelambang jalan hidup beliau. Luar biasa. Yaitu dengan seni huruf kaligrafi tulisan Arab menghias ruang depan kediamannya di Jalan Cokroaminoto No 46 Menteng Jakarta semasa beliau hidup ayat Al Quran yang maknanya sbb:

Orang yang berjuang di jalan-Nya dengn sungguh-sunguh pada jalan agama dengan tekun akan ditunjukkan jalan. Sesungguhnya Allah bersama dengan orang yang ikhlas (Al Angkabut surat 29 ayat 69).

Ayat ini menyatakan kata berjuang, kesungguhan, dan pertolongan kepada orang yang muhsinin. Jadi orang yang punya motivasi dalam berjuang sesuai dengan petunjuk akan diberi jalan keluar. Maksudnya pencapaian suatu tujuan dilalui dengan perjuangan dengan mengikuti jalan-Nya. Salah satu jalan itu adalah dengan membuhul niat, mengawal, menjaga serta konsisten motivasi atau niatnya.

Akhirnya adanya niat menentukan nilai amal yang dilakukan. Namun harus diiringi dengan konsistensi. Niat yang melenceng, niat yang bergeser jelas tidak akan menyampaikan kepada tujuan. Masya Allah. Semoga tidak demikian.

Jakarta, 29 Januari 2021

*) Penulis adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHANKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles