Ibu Wan Portia lewat handphone mengabarkan bahwa mantan Menteri Pertahanan Malaysia 1981-1985 yaitu Bapak Jenderal Mohammad Ghazali bin Haji Che Mat wafat dalam usia 90 tahun karena sakit. Beliau wafat pada tanggal 7 Juli 2021 lalu dan dimakamkan esok harinya.
Panglima Tentara Malaysia Tan Sri Datuk Sri Haji Affendi bin Buang dan seluruh warga Angkatan Tentara Malaysia (ATM) menyatakan innalillahi wainna ilaihi rajiun. Diiringi ucapan ikut berduka cita disertai takziyah kepada keluarga almarhum. “Semoga Allah menerima roh almarhum dan ditempatkan dalam surga,” kata Panglima Tan Sri Datuk Sr Haji Affendi bin Buang dalam pernyataan tertulisnya.
Saya ikut berduka cita karena mengenal beliau dalam beberapa kali pertemuan di Kuala Lumpur masa tiga tahun belakangan ini. Lalu lanjut komunikasi lewat WA. Awalnya atas kebaikan hati Bu Wan Portia lantaran Bapak Jenderal Ghazali adalah paman Bu Wan Portia.
Panggilan akrab saya Bu Wan yang saya kenal sebagai anggota ahli dari Pusat Kajian Strategis Malaysia, sebuah lembaga pemikir kerajaan. Komunikasi kami berawal acara kunjungan seminggu saya ikut dalam rombongan 12 wartawan Indonesia atas undangan Kerajaan Malaysia tahun 2007. Inilah kesempatan saya untuk dapat berhubungan dengan Bapak Jenderal Mohammad Ghazali bin Che Mat.
Jenderal Tan Sri Panglima Ghazali bin Haji Che Mat adalah pemikir pertahanaan kewilayahan bagaikan bintang di langit zaman. Konsep cemerlang pemikirannya menjadi acuan militer Malaysia kini dengan wujud Universitas Pertahanan Malaysia. Beliau sendiri membidani terwujudnya perguruan tinggi tersebut dan turut menjadi pengajar di sana.
Selain itu, Jenderal kelahiran Lenggong Perak 15 Desember 1931 ini amat terkenal di kalangan tentara Malaysia. Dia seorang Jenderal yang amat disegani dan pemberani sehingga diberikan julukan Jenderal pangkat Panglima Gagah Berani, satu tingkat militer level tinggi di Malaysia.
Saya mengenal beliau mulanya lewat silaturahmi minum kopi pagi di ruang restauran KLCC Kuala Lumpur. Kemudian berulang kapan saya ke Kuala Lumpur beliau ada waktu untuk bertemu. Pengalaman panjangnya di ketentaraan membuat pemikiran militernya sangat kental sekali.
Pemikiran ketahanan yang berbasis kewilayahan teritorial menurutnya cocok untuk Indonesia dan Malaysia. Hal ini sudah menjadi gaya lama yang dikembangkan kedua negara. “Komponen penduduk, geografi alam, serta yang tersedia di dalamnya menjadi penting,” katanya (id.berita.yahoo.com, 7/7/2021).
Saya gembira almarhum Jenderal Ghazali mau berbicara tentang masalah berkaitan dengan pertahanan kemanaan kewilayahan. Ia menyebut hubungan baik militer Malaysia dan Indonesia seperti Jenderal Yusuf dan Beny Murdani. Ia mengingat hubungan positif di era menjabat Panglima Angkatan Tentara Malaysia (ATM). ”Satu bentuk saling pengertian dan kerjasama,” kenangnya.
Esensi kenangannya itu dimungkinkan karena latar belakang saya pernah ikut sebagai wartawan bidang pertahanan dan keamanan dapat membuat saya memahami ucapannya. Konsep itu betul, ada relevansi terhadap apa yang dihadapi Indonesia dan yang dihadapi Malaysia. Yaitu persoalan Malaysia dengan Singapura dan persoalan Indonesia dengan Papua Nugini dan Australia.
Mengenang figur Mohamad Ghazali sebagai seorang pemimpin dan pejuang, maka tak pelak lagi beliau adalah teladan. Masa tua beliau saat sudah pensiun masih berpikir tentang apa yang harus disumbangkan untuk kedua negara Indonesia dan Malaysia dalam konsep kewilayahan. Yaitu membangun rantau yang stabil dan berdaulat.
Selamat jalan Pak Jenderal Mohammad Ghazali kami mengiringi dengan doa, beristirahatlah dengan tenang. Kami semua menjadi saksi Bapak datang dengan sebaik-baik kedatangan dan pergi dengan sebaik-baik kepergian.
Jakarta, 25 Agustus 2021
*) DR Masud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com