Tapsel, Demokratis
Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. RHL menjadi salah satu upaya dalam menangani lahan kritis di Indonesia yang mencapai angka 14 juta hektar (tahun 2018), menahan laju degradasi lahan, dan sedimentasi yang sangat tinggi di Indonesia yang mencapai angka 250 ton/km2/tahun.
Perencanaan RHL diawali dari penentuan sasaran lokasi RHL yang diarahkan pada 15 DAS prioritas, 15 danau prioritas, daerah tangkapan air (DTA) waduk/dam, dan daerah rawan bencana yang tersebar di hampir seluruh wilayah Tanah Air. Sasaran lokasi tersebut selanjutnya ditapis dengan peta penutupan lahan, peta tingkat bahaya erosi, peta perizinan, dan selanjutnya diverifikasi dengan citra satelit resolusi tinggi untuk dapat menentukan sasaran lokasi yang tepat.
Jadi lokasi RHL di Bukit Desa Bukkas yang berdekatan dengan danau Siais itu sudah tepat lokasinya dibuat pemerintah untuk mengurangi lahan kritis di Indonesia, khususnya di Tapanuli Selatan, yang mana kian hari kayunya dirambah oleh cukong pengusaha kayu, bahkan di atas bukit ditanami kelapa sawit, yang tidak pantas untuk ditanami. Untuk itu Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat Kegiatan Pembuatan Tanaman Reboisasi Hutan dan Lahan.
Pelaksanaan proyek pembuatan tanaman Reboisasi Hutan dan Lahan (RHL) TA 2019 s/d 2021 yang berlokasi di lingkungan kerja KPH–X Padangsidimpuan Blok Pardomuan I, II dan III, Kabupaten Tapanuli Selatan yang berlokasi di Bukit Desa Bukkas/Malombu dimenangkan oleh CV Citra Uang Negara. Paket 13 dengan nilai pagu paket Rp 13.062.336.000 APBN 2019, Nilai Taruna Mandiri yang berkedudukan di Jl Melati No 30 – B RT 000/ RW 000 Simarito, Siantar Barat, Kota Pematang Siantar. Kemudian harga penawaran dan hasil negoisasi Rp 12.999.287.180. Adapun HPS paket Rp 13.060.785.870.
Uba Nauli Hasibuan SH Sekum NGO Lembaga Independen Pengawasan Pejabat & Aparatur Negara Sumatera Utara (LIPPAN–SU) dan Drs Aliuddin Harahap wartawan Sumurung News mengatakan pelaksanaan proyek tersebut bermasalah karena hasil investigasi para anggota aktivis LSM dan wartawan di lokasi RHL dinilai adanya dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Karena pelaksanaan proyek pembuatan tanaman RHL di KPH Wilayah–X banyak yang tidak sesuai dengan harga satuan pokok kegiatan bidang pengendalian DAS dan hutan lindung tahun 2019 yang diatur di dalam Peraturan Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Nomor : P.5/PDASHL/SET/Kum/.1/8/2018 Junto Peraturan Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor : P.4 / PDASHL / SET/ KUM.1.7/2018 rentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Kegiatan Penanaman Rehabilitasi Hutan dan Lahan, sehingga terindikasi terjadi unsur KKN,” tegas Uba Nauli Hasibuan SH.
Sementara Asmidi ditemani rekan kerjanya dan Fikri (anggota TNI Kodim Tapanuli Selatan) di kantor atau mess Desa Pudun, Kecamatan Psp Batunadua, Rabu, 1 April 2020 lalu, menerangkan bahwa di areal lokasi RHL di Desa Malombu/Bukkas kerja (pondok) telah dibuat sebanyak enam unit dan papan merek telah dipasang sesuai dengan aturan yang berlaku untuk 300 hektar di areal RHL di Desa Bukkas sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang pekerjaan RHL.
Ternyata setelah dilakukan cek and ricek di lokasi, gubuk kerja atau pondok hanya tiga unit dan kemudian berdasarkan Peraturan Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Nomor : P.4 / PDASHL / SET/ KUM.1.7/2018 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Rancangan Kegiatan Penanaman Rehabilitasi Hutan dan lahan bahwa di dalam papan merek/petak/blok tertulis di dalam satu petak seluas 25 hektar dan dipajang papan merek tersebut secara berurutan atau berjejer, namun setelah dicek di lokasi dari Petak–I harus berjejer atau berurutan dipasang Petak–I sampai Petak–XI, namun ternyata di lapangan papan petak tersebut tidak dipasang secara berurutan seperti dari Petak–IV kemudian ke Petak-VII.
“Selajutnya di dalam pelaksanaan RHL di lokasi dimaksud banyak ditemukan kejanggalan yang tidak sesuai dengan Juknis penyusunan rancangan kegiatan penanaman rehabilitasi hutan dan lahan, dalam mana di titik penampungan bibit tanaman di lokasi RHL banyak bibit dan bertumpuk dan tidak ditanam, akibatnya bibit banyak yang mati, seperti yang terjadi di Desa Bukkas/Malombu, Kecamatan Angkola Sangkunur, Kabupaten Tapanuli Selatan,” ungkap Uba Nauli Hasibuan SH.
Menurut Uba Nauli Hasibuan SH, setengah mereka mengelilingi lokasi RHL di Desa Bukkas/Malombu, bibit tanaman RHL yang ditanam kebanyakan di sepanjang kiri-kanan jalan keliling lokasi RHL di kondisi lahan yang datar, dan kalau ke arah lahan yang kondisi miring sekitar 20 atau 25 meter di luar jalan poros, maka banyak ditemukan bibit petai dibuang (masih hidup) dan sebagian lagi ditemukan banyak bibit yang mati, sementara bibit tanaman RHL yang harus ditanam di dalam per satu hektar harus ditanam sebanyak sekira 1.100 bibit.
Sementara S Siregar Kades Bukkas mengatakan bahwa luas areal proyek RHL di wilayahnya seluas 300 hektar. Dan saat ditanya soal banyaknya bibit tanaman yang mati di belakang rumah orangtua Kades, “Nanti kan diganti orang itu,” ujar Kades.
Di Guo Asom, Kelurahan Pardomuan wilayah Dusun Siroccitan, Kecamatan Angkola Selatan pun banyak ditemukan bibit tanaman RHL seperti bibit duku, jengkol, durian, manggis ingul dan kemiri banyak yang mati dan tidak ditanam.
Akibat kejadian ini aparat penegak hukum diminta segera turun ke lapangan untuk mengusutnya. “Diminta kepada Kementerian LH dan Kehutanan RI di Jakarta dan KPK dan instansi terkait agar turun langsung ke lokasi terkait pelaksanaan proyek RHL ini, karena banyak ditemukan kejanggalan di lapangan,” tegas U Nauli di Padangsidimpuan (19/06). (Siswandi)