Belum pernah diundang mengikuti acara Pidato Kenegaraan Presiden di Sidang Bersama antara DPR dan DPD pada tanggal 14 Agustus 2020 lalu. Dan hanya bisa menonton detik-detik peringatan Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 hanya dari balik siaran TV.
Michele tetap tak surut untuk mengikuti jejak kakeknya AA Maramis, salah satu perumus Pancasila dan UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945, satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 pada tempo 75 tahun yang lalu.
“Selamat siang. Maaf baru balas. Ini sudah selesai Ibadah,” jawab Michele lewat pesan WA saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (16/8/2020).
Dikatakan, sebagai anak milenial, dia memaknai peringatan 75 tahun Kemerdekaan secara khusus pada masa Covid-19 ini.
“Bahwa, usia 75 tahun kemerdekaan bagi anak milenial kita. Kita tahu pada 75 tahun yang lalu negara kita masih dijajah oleh beberapa negara asing. Dan tahun ini tepat 75 tahun usia Indonesia Merdeka,,” ujar putri berdarah Manado-Solo dari ibu keturunan Pahlawan LN Palar.
“Atau makna lain kemerdekaan itu, yah, kita telah Merdeka dari penjajahan. Merdeka karena kita sudah tidak ditekan oleh negara lain. Dan dari sudut pandang yang lainnya yaitu kemerdekaan ialah sebuah tanggung jawab bagi kita anak milenial, untuk melanjutkan dan mengisi apa yang sudah diperjuangkan oleh pahlawan-pahlawan kita terdahulu,” jelasnya.
“Kemerdekaan buat saya pribadi ialah sebuah awal dan lanjutan untuk memperjuangkan kembali apa yang menjadi hak milik sebuah negara dan maupun rakyat,” tambahnya.
Katanya, ini yang membuatnya terpacu untuk lebih giat dalam melestarikan apa yang sudah diperjuangkan para pejuang dahulu.
“Adapun cara saya, contohnya dengan memanfaatkan alat teknologi yang saya gunakan yaitu handphone. Saya biasanya membuat story kemerdekaan, merepost postingan ulang tentang perjuangan kemerdekaan,” katanya bersemangat.
“Dan saya sendiri suka mengedit, lalu memanfaatkannya untuk membuat quotes tentang makna dan nilai kemerdekaan di mata generasi milenial,” ujarnya lebih lanjut.
“Sebagai salah satu bagian keluarga besar dari Pahlawan Nasional AA Maramis, saya ingin menghimbau pada generasi milenial bahwa lewat dengan kesadaran kita sendiri, kita bisa lebih memajukan negara kita dengan cara menjauhkan dari membuat onar yang malah meremehkan makna Kemerdekaan kita,” terang Michele yang baru lulus SMA.
“Dengan kata lain, cara awal kita membangun hari ini adalah dari kesadaran dari dalam diri kita sendiri, dan mari bersatu untuk merayakan Kemerdekaan,” tukasnya.
Nama AA Maramis tenggelam dibandingkan dengan nama besar Soekarno, Hatta dan Muhammad Yamin.
AA Maramis adalah aktivis Perhimpunan Indonesia tahun 1920-an bersama Hatta yang melahirkan gagasan Nasionalisme di Belanda ketika itu.
AA Maramis adalah anggota Panitia Sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta.
Dia termasuk salah satu aktor yang mengusulkan norma dasar Pancasila pada saat dirumuskan menjadi Piagam Jakarta yang kemudian mengusulkan perbaikan jadi Pancasila 18 Agustus 1945 seperti rumusan yang kita kenal dan kita pahami sampai kini, dari potensi perpecahan oleh Sekutu.
Dengan kembalinya ke rumusan awal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara luas dan terbuka.
Istimewanya pada saat pembentukan Kabinet yang pertama oleh Soekarno. Soekarno yang telah menjadi Presiden, langsung memilih AA Maramis diganjar menjadi Menteri Negara yang pertama, kemudian menggantikan Menteri Keuangan di zaman revolusi.
Saat era liberal, AA Maramis di singkirkan oleh Perdana Menteri Sahrir.
Kabinet Hatta kemudian menarik AA Maramis kembali menjadi Menteri Keuangan yang didahului oleh Kabinet Amir Syarifudin.
Michale anak pintar yang sejak SD sudah pernah memenangi olimpiade sains. Setelah lulus SMA ingin menjadi dokter. Tapi kemudian memilih akan menjadi ahli hukum seperti kakeknya AA Maramis.
Namun, oleh sebab karena sekolahnya sedang terdampak Covid-19, efeknya sampai kini momen studinya terlambat mendaftar di saat penerimaan mahasiswa baru di Universitas Indonesia, Jakarta. (Erwin Kurai)