Jakarta, Demokratis
Tamsil Linrung politisi PKS yang kini jadi Senator mengatakan, menjadi kewajiban DPD RI menghadirkan sistem pelaksanaan pemilu yang secara konsisten memijak pada UUD 1945. Bahwa presidential threshold nyata mengebiri peluang putra-putri terbaik bangsa menjadi calon pemimpin negeri.
Sebaliknya, calon perseorangan adalah solusi mengusung semangat meluaskan alternatif pilihan rakyat dalam menemukan pemimpinnya.
Memang, yang harus dirumuskan kemudian adalah syarat calon presiden independen. “Bobot, kualifikasi, dan prosedurnya harus sebanding dengan syarat calon presiden yang diusung parpol. Misalnya saja, bila calon presiden partai atau gabungan partai otomatis telah mendapat rekomendasi dan jaminan parpol, maka untuk sebanding dengan syarat ini, calon presiden independen harus melalui fit and proper test,” kata anggota DPD RI Tamsil di Jakarta, Kamis (12/8/2021).
Bila dicermati, katanya, putusan penolakan MK diwarnai pertimbangan open legal policy, yang berarti kebijakan mengenai pasal dimaksud merupakan kewenangan pembentuk UU alias DPR.
“Syarat pencalonan calon presiden 20 persen jumlah kursi DPR dan 25 persen terasa ajaib karena muncul secara tiba-tiba. Angka ajaib ini tidak punya cantolan kepada UUD 1945,” kata mantan anggota DPR RI.
Ia menuding MK bagian iklan sponsor segala upaya korektif terhadap ambang batas pencalonan presiden ini tak pernah mempan. Segenap gugatan ditolak, semua langkah hukum dimentahkan, dan seluruh analisa pakar menguap terbawa angin.
“Kita tidak mengerti, kekuatan apa di balik aturan ambang batas pencalonan presiden ini. Di belakangnya, konon, oligarki berkelindan dengan sejumlah Iklan politik, bahu-membahu mempertahankan presidential threshold. Tujuannya, sebagai siasat meloloskan pasangan capres-cawapres partai politik tertentu, sekaligus mengebiri pasangan kandidat dari parpol lain,” ujarnya.
“Indonesia bukan milik kelompok tertentu. Indonesia milik kita, dibangun di atas pondasi demokrasi dan hukum. Prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat menggaransi agar proses pengambilan keputusan akomodatif terhadap peran serta masyarakat. Sedangkan hukum menjadi aturan main,” kata Tamsil. (Erwin Kurai Bogori)