Oleh Masud HMN *)
Adanya isu aliansi opoisisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senayan Jakarta antara Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bergulir dan berusaha direalisasikan. Karena masing-masing memerlukan. Menjadi solusi keadaan atau realitas yang ada.
Direktur Eksekutif Fof Demokracy Centre And Strategic Affairs Ahmad Khairul Umam berpendapat dengan finalnya keputusan KPU itu muncul persoalan ke mana PDIP dalam masa dekat. Apakah akan menjadi aliansi oposisi dengan PKS? Nampaknya ini menjadi peredaan pendapat sulit. Demikian Ahmad Khairul Umam.
Seperti diketahui sidang Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka jadi Presiden dan Wakil Presiden. Sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) diputuskan demikian. Putusan yang final itu berkekuatan tetap.
Sidang MK dengan hakim yang terdiri delapan orang dengan tiga hakim menyatakan disenting opinion dan lima menyatakan setuju maka keputusan MK menetapkan setuju. Artinya menyetujui menolak untuk pengajuan pemohon dan menyatakan setuju dengan Prbowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk Presiden dan Wakil Presiden.
Meskipun kondisi sebelumnya memanas, tetapi sekarang tidak demikian lagi. Ada perbedaan tiga dari delapan hakim konstitusi yang memberi disenting opinion telah seslesai. Situasi sudah kondusif.
Adanya aliansi oposisi boleh-boleh saja. Tapi jelas antara PDIP dengan PKS. Alasanya adalah antara PDIP dan PKS ibaratnya seperti minyak dan air.
Sukar selain susah untuk bercampur. Perbedaan paltform. Bedasarkan sejarahnya memang demikian.
Dahulu pernah diperkenalkan aliansi tersebut dengan ungkapan “social religius”. Yaitu kerja sama politik kelompok agama dengan kebangsaan. Tidak berkelanjutan.
Hal ini pernah dimunculkan oleh Ruslan Abdulgani almarhum. Untuk menjalin aliansi bidang sosial dan politik, antara Islam dan kebangsaan.
Kini golongan agama dipegang oleh PKS dan kebangsaan oleh PDIP. Pilihannya hanya berada di barisan oposisi. Bergabung bersama aliansi dengan kesepakatan. Kita tunggulah realitasnya seperti apa kelanjutannya. Yang jelas adalah sulit sekali.
Jakara, 20 April 2024
*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta