Jakarta, Demokratis
Ada yang berubah di kawasan Kapuk Teko, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat. Sejauh mata memandang, tak terlihat lagi tumbuhan eceng gondok. Wilayah yang dikenal sebagai Kampung Apung itu kini lebih tertata. Mereka memang masih hidup mengapung akibat air yang tak kunjung surut.
Namun, satu hal yang membuat warga Kampung Apung sangat senang ialah lingkungan telah bersih dari kepungan tanaman eceng gondok. Maklum, selama empat tahun terakhir, sebanyak 200 keluarga mengapung bersama dengan eceng gondok yang menutupi air pekat hitam.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta melalui UPK Badan Air membutuhkan waktu selama sembilan hari untuk membabat eceng gondok yang tumbuh di areal seluas 756 meter persegi. Pembersihan dilakukan dengan menyertakan satu alat berat jenis spider berikut sejumlah perahu karet.
Sebanyak 20 petugas dikerahkan dan menghasilkan hampir 90 ton tumbuhan eceng gondok. “Pembersihan eceng gondok berikut semua sampah di sini agar warga sekitar bisa hidup nyaman,” cetus Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Adji, Minggu (17/7/2017) lalu.
Meski sudah bersih dari eceng gondok dan sampah, warga tetap menuntut pemerintah merealisasikan janjinya. Mereka ingin pemerintah mengubah kawasan tempat tinggal mereka bebas dari banjir dan menjadikan kawasan seluas tiga hektare itu menjadi nyaman dan rindang.
“Kami berharap pemerintah memperbaiki permukiman kami sebagaimana pernah dijanjikan. Kami sudah bosan tinggal di atas air kotor yang enggak kering-kering,” keluh Juhri, 56, warga setempat.
Sebelum diberi julukan Kampung Apung, kawasan tersebut sebenarnya bernama Kampung Teko dan merupakan dataran tinggi. Saat hujan selebat apa pun, kampung tersebut tidak pernah terkena banjir.
Yang kebanjiran justru warga luar dan mereka mengungsi ke Kampung Teko. Karena jengkel dengan banjir, warga luar Kampung Teko menjual rumah mereka yang kemudian berubah menjadi kawasan pabrik.
Pabrik-pabrik tersebut dibangun lebih tinggi dari permukiman Kampung Teko dengan cara diuruk. Dampaknya sangat fatal, air limbah pabrik mengalir ke Kampung Teko.
Sepenggal Kisah Kampung Apung di Jakarta
Lebih parah lagi saat hujan turun. Banjir menyatu dengan air limbah yang hitam dan mengepung kampung lantaran posisinya lebih rendah. Saluran air Kampung Teko juga tidak berfungsi karena sudah tertimbun pabrik.
Supaya rumah mereka tidak terus tergenang, warga meninggikan dengan tiang penyangga layaknya rumah panggung. Di bawahnya, air setinggi 1-1,5 meter mengepung sepanjang waktu. Rumah-rumah yang terlihat seperti mengambang itu selanjutnya dinamai Kampung Apung.
Dari waktu ke waktu genangan air semakin pekat. Bahkan, sebanyak 3.810 makam keluarga telah ikut tenggelam. “Nisan mereka pun tak lagi terlihat,” imbuh Juhri.
Menurut Lurah Kapuk, belum ada rencana mebenahi Kampung Apung menjadi kawasan kering seperti daratan. “Saya belum mendengar wacana mengeringkan kawasan ini. Cuma warga mengucap syukur karena telah bebas dari eceng gondok,” jelas dia. (Albert S/Red)