Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Nama Kapolda Jatim Disebut-sebut Kuasa Hukum Mas Bechi Seusai Sidang: Bisa Mulai Mengecek

Jakarta, Demokratis

Penasehat hukum putra kiai salah satu Ponpes di Jombang, Mas Bechi atau MSAT terdakwa pencabulan santriwati, I Gede Pasek Suardika menyambut baik keputusan majelis hakim mengabulkan permohonan sidang offline atau tatap muka.

Menurutnya, pelaksanaan sidang offline yang resmi diterapkan pekan depan, bakal memudahkan pihaknya melakukan koordinasi dengan pihak klien untuk menyusun pembuktian selama berlangsungnya proses persidangan.

Pasalnya, selama bergulirnya kasus tersebut sejak proses pelaporan, penyelidikan hingga penyidikan di pihak kepolisian, kliennya cenderung dihakimi oleh opini publik yang tidak sesuai dengan fakta formil dalam konstruksi hukum.

Selama bergulirnya proses penyelidikan, penyidikan hingga pelimpahan berkas perkara ke pihak Kejaksaan Tinggi Jatim.

I Gede Pasek menyayangkan, pihak Kapolda Jatim, menyebut bahwa korban dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh kliennya berjumlah lebih dari satu orang.

Padahal, saat membawa surat dakwaan yang telah disampaikan pada sidang pertama di Kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Senin (18/7/2022) kemarin, ternyata korban kekerasan seksual yang terdapat dalam berkas perkara kliennya, hanya satu orang.

Tentunya, ia menganggap, informasi tersebut menyulut opini publik yang cenderung menghakimi sosok MSAT, sebelum proses peradilan dimulai.

“Bayangin seorang pejabat mengatakan hal itu itu tentu dimaknai sebagai sebuah kebenaran publik ketika masuk berita, tetapi tadi sudah dibacakan hanya satu yang mengaku korban. Jadi dari isi belasan santriwati seakan ini kejahatan luar biasa, pernyataan daripada kapolda 5 orang, ternyata hanya ada satu korban yang kemudian didakwakan dalam dua peristiwa,” katanya seusai sidang di depan Ruang Sidang Cakra, Kantor PN Surabaya, Senin (8/8/2022).

Berdasarkan surat dakwaan yang diterimanya, I Gede Pasek Suardika menerangkan, korban ternyata berjumlah satu orang, dan saat melaporkan atas dugaan tindakan kekerasan seksual itu, berusia 20 tahun.

Kemudian, saat perkara tersebut mulai disidangkan pada Juli 2022, I Gede menambahkan, korban kini telah berusia 25 tahun.

“Jadi teman-teman media juga bisa mulai mengecek kembali berita berita sebelumnya. Apakah dulu betul ada pernyataan itu, belasan ya. Tetapi secara formil yang dibuat jaksa adalah hanya satu yang mengaku korban usia 20 tahun, dan hari ini 25 tahun. Jadi bukan anak-anak,” terangnya.

“Apakah betul statusnya korban atau ada peristiwa lain, kita juga sudah punya alat bukti lain yang akan kami hadir kan di sidang. Apakah yang bersangkutan sebagai korban, atau memposisikan sebagai korban ketika proses rayu merayu gagal alias tidak diterima,” pungkasnya.

Sementara itu, berdasarkan surat dakwaan yang dilansir Kejaksaan Negeri Jombang, bernomor registrasi perkara: PDM-339/M.2.25/VII/2022, yang telah ditandatangani oleh sembilan orang JPU, Jumat (8/7/2022).

Meliputi, Sofyan, jaksa utama madya; Endang Tirtana, jaksa madya; Rachmawati Utami, jaksa utama pratama; Aldi Demas, ajun jaksa; Tengku Firdaus, jaksa madya; Rista Erna Soelistiowati, jaksa utama pratama; Achmadijaya, jaksa muda; Anjas Mega Lestari, ajun jaksa.

Bahwa, saksi korban berjumlah satu orang yakni seorang perempuan berinisial MNK alias M. (Albert S)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles