Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Neo Fundamentalis dan Pandangan Muhammadiyah

Ada isu ungkapan neo fundanentalis yang amat umum dipergunakan. Dipakai umum oleh masyarakat. Tetapi bagi warga Muhammadiyah kurang penjelasan pegertian tersebut (muhmmadiyah.or.id 2 Oktober 2023).

Dalam buku Tarjih ungkapan fundamentalis dikaitkan dengan faham Ahlus sunnah wal jamaah, serta pemahaman yang melekat. Yaitu tipologi pemahaman keagamaan Muhammadiyah. Amat membantu warga dalam menggunakan kata tersebut.

Profesor Rasyidi (1978) almarhum mengatakan ungkapan itu adalah ungkapan berasal dari seminari Kristen. Ketika menjelaskan ajaran Kristen yang berasal dari Alkitab. Sehingga ajaran yang bias dalam Kristen menjadi tidak bias.

“Diambil alih pula oleh Islam. Hingga sekarang dalam menjelaskan kemurnian. Islam yang kaffah,” ujar Rasjidi pada penulis. Era saat fundamentalis Islam, radikalisme Islam lagi amat populer. Demikian Profesor Mohamad Rasyidi.

Berdasarkan keterangan itu pengambiln kata-kata radikalisme, fundamentalsi, toleransi, intoleransi bernuansa negatif bagi Islam. Ungkapan yang banyak negatif bagi warga Muhammadiyah.

Semua kata-kata yang popular sekarang ini neo modernlisme, fundamentalisme, intoleransi, dirasa perlu diambil pengertian yang benar.

Menariknya adalah apakah dapat dibedakan ajaran yang klasik, ditompangi oleh ajaran baru? Bercampur baur mana yang baru dan mana yang klasik. Sulit dibedakan.

Dimana pemahaman baru itu bermuatan fokus orientasi masa depan. Sementara ajaran yang baru itu syarat dengan nilai. Maka arti Islam berkemajuan pertegas.

Seperti dijelaskan oleh buku kumpulan Tarjih sebenarnya terkait dengan empat tipologi ajaran Ahlusssunna pemahaman itu ihwal jamaah dipakai Muhammdiyah. Yaitu tipologi Takliyah, Aliyah, Ushuliyah dan Ashaliyah.

Yang masuk ke dalam ajaran Taqliyah yaitu menghidupkan praktik masa Nabi sahabat dan Tabiin. Golongan ini lebih banyak menuruti apa yang ada.

Adapun yang kedua adalah pemahaman aqliyah, yaitu rasioanal dan interperetasi. Dalam rumpun pemahaman ini adalah ajaran tentang hak asasi manusia dan global, tentang orientalisme dan lainnya.

Ketiga, rumpun pemahaan yang cenderung dipakai oleh pemegang ajaran, misalnya Hizbut Tahrir, Al ikhwanul Muslimin.

Keempat rumpun Ashliyah yang cenderung golongan yang memakai ajaran yang dipakai prinsip dalam ajaran yang otentik fokus, yang menghargai spektrum yang luas. Antara pemikiran yang sudah lama ada dan paham yang baru muncul dan aktual seperti dalam Buku Fiqih Akbar.

Sejalan dengan itu Haedar Nasher Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah di kantor Pengurus Wilayah  (PWM) Jogyakarta (1 Oktober 2023) menyatakan kitab suci Al Quran tidak sekadar hukum Islam melainkan petunjuk yang memberi panduan hidup. Bahwa bagi Muhmmadiyah Al Quran itu bukanlah sekadar daftar kumpulan pelaksanan hukum Islam saja. Tetapi pandangan dan pemahaman kehidupan ber-Islam. Demikian Haedar Nasher dalam Seminar Tarjih di Jogyakarta.

Kesimpulan yang dapat dicatat dalam Tarjuh hubungannya adalah bagaimna Islam berkemajuan. Dengan berpegang kepada hukum yang dibukukan oleh Majelis Tarjih agar Islam berkemajuan bisa terlaksana. Jauh dari pengaruh yang mencampuradukkan pemahaman intelektual dengan ajaran yang jauh dari Islam.

Jakarta, 4 Oktober 2023

*) Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles