Jakarta, Demokratis
Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan III – 2023 tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global. Perkembangan ini didukung oleh kondisi perekonomian dan sistem keuangan domestik yang resilien serta koordinasi dan sinergi KSSK yang terus diperkuat.
Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK IV-2023 pada Senin (30/10) berkomitmen untuk melanjutkan penguatan koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global ke depan, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Mengutip dari siaran pers OJK, di Jakarta, Rabu, 8 November 2023, menyebutkan pertumbuhan ekonomi global melambat dengan ketidakpastian yang meningkat tinggi, disertai divergensi pertumbuhan antar negara yang semakin melebar.
IMF memprakirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 mencapai 3,0% dan melambat menjadi 2,9% pada 2024. Ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih tumbuh kuat terutama ditopang konsumsi rumah tangga dan sektor jasa, sedangkan Tiongkok melambat dipengaruhi pelemahan konsumsi dan krisis di sektor properti. Tekanan inflasi diprakirakan masih tinggi dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi konflik geopolitik, fragmentasi ekonomi, serta fenomena el nino.
Untuk mengendalikan inflasi, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) diprakirakan masih tetap berada pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer). Kenaikan suku bunga global diprakirakan akan diikuti dengan kenaikan yield obligasi tenor jangka panjang negara maju, khususnya obligasi pemerintah AS akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan Pemerintah dan premi risiko jangka panjang (term-premia).
Perkembangan tersebut memicu aliran keluar modal asing dari Emerging Markets ke negara maju dan mendorong penguatan signifikan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia. Perekonomian Indonesia diprakirakan tetap tumbuh baik dan berdaya tahan.
Konsumsi swasta diprakirakan masih tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan konsumen yang masih tinggi, terkendalinya inflasi, dan aktivitas terkait penyelenggaraan Pemilu. Percepatan belanja negara terkait penyelenggaraan Pemilu serta penguatan peran APBN sebagai shock absorber diharapkan dapat mendorong konsumsi Pemerintah serta menjaga daya beli masarakat.
Investasi bangunan dan non-bangunan memasuki tren peningkatan seiring dengan progress penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada sisi lain, sebagaimana dialami oleh banyak negara, aktivitas ekspor mengalami penurunan sejalan dengan pelemahan ekonomi global. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional ke depan diprakirakan masih tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diprakirakan berada di level 5,1%.
Penguatan dolar AS secara signifikan mendorong pelemahan berbagai mata uang negara lain, termasuk nilai tukar Rupiah. Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 27 Oktober 2023 berada di level 106,56 atau menguat 2,93% ytd.
Peningkatan Indeks DXY memberikan tekanan depresiasi terhadap mata uang utama, seperti Yen Jepang dan Dolar Australia yang melemah masing-masing 12,61% dan 6,72% ytd, serta depresiasi mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia dan Baht Thailand masing-masing 7,82% dan 4,39% ytd. Sementara itu, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh BI, depresiasi nilai tukar Rupiah relatif lebih baik, yakni 2,34% ytd. Ke depan, langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat. (Albert Siregar)