Mengapa terjadi oposisi (penolakan) terhadap Sukarno dan mendukung (pemihakan) serta pro pada Bung Hatta. Padahal dua tokoh itu terkenal kompak. Dwi tunggal, dua tapi satu jua. Perlu diketahui sejarahnya.
Memang Sukarno dan Hatta dwi tunggal Indonesia yang tak bisa dipisahkan lagi. Dua figur yang jadi tonggak Indonesia merdeka. Setelah itu berpisah sebab tanggal 1 Desember l956 Bung Hatta berhenti jadi wakil presiden.
Hanya sebelas tahun kuramg yakni 18 Agustu 1945 sampai dengan 1 Desember l956. Sepuluh tahun empat puluh hari. Kita memihak Bung Hatta dan menolak Bung Karno. Apa boleh buat.
Lantaran Bung Karno meski diberi tahu memihak komunis dan marajalela menindas kebebasan. Kita memihak Hatta karena berpihak pada demokrasi. Presiden sendirian tanpa wakil. Sebab wakilnya minta mundur berhenti dan berada di luar pemerintah.
Hal ini terungkap dari diskusi Bung Karno dan Mohamad Yamin yaitu tentang pembubaran partai politik. Dianggap menghalang apa, maunya Sukarno. Bagi Mohamad Yamin hal itu biasa saja.
Maksudnya setuju saja. Asal dia Yamin tetap jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tidak diganti-ganti, Bung Karno setuju. Lanjutnya Sukarno membubarkan partai dan mengganti menteri semaunya dia.
Demikian ucapan Lukman Harun tentang Mohamad Yamin yang meninggal tahun 1962. Akhir hayatnya didampingi Buya Hamka, mensholatkan dan mendoakannya. Sampai akhirnya dimakamkan di kampung halamannya di Talawwi, Sumatera Barat (Majalah Gema Islam).
Esensi sama seperti ditulis oleh Muhamad Hattaa. Presiden Sukarno berjalan tanpa dinasehati lagi. Kaum komunis merajalela. Menjelma menjadi penguasa tunggal. Demokrasi kita yang berbeda dengan demokrasi yang kita cita-citakan.
Dalam buku berjudul Demokrasi Kita, Hatta menguraikan pokok pertentangan demokrasi dengan diktator. Yakni pendapat rakyat dan pendapat perorangan. Pendapat rakyat harus didengarkan dan dipertimbangkan.
Pendapat itu dilarang oleh Bung Karno dengan membredel buku Demokrasi Kita tersebut. Kalau kedapatan siapa yang memiliki buku tersebut ditangkap. Dipenjarakan dalam bui tahanan.
Maka terjadilah penentangan terhadap Presiden Sukarno dan pemihakan pada Bung Hatta. Yang punya kekuatan atau power adalah Sukarno dengan mempergunakan alat negara. Sementara Bung Hatta tak berdaya apa-apa berada di luar pemerintah. Hanya kekuatan di hati rakyat, didukung rakyat saja.
Penulis dalam hal tersebut berpandangan bahwa egois Sukarno yang tak bisa ditahan. Bung Hatta berfungsi sebagai rem, penahan. Tetapi tak kuat menahan egois Sukarno.
Dua pemimpin itu, Sukarno dan Hatta bagi kita adalah tokoh. Indonesia memilikinya. Dua-duanya telah tiada. Sukarno-Hatta sudah meninggal. Sukarno meninggal dalam sengsara. Begitu juga Hatta wafat tidak meninggalkan warisan harta.
Jakarta, 16 Juni 2022
*) Penulis adalah Dosen Paskasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta. e-mail: masud@gmail.com