Perbuatan curang sama dengan tidak jujur. Dalam Islam, perilaku ini termasuk ke dalam akhlak yang tidak terpuji.
Terkait perbuatan curang dalam Al-Qur’an tercantum dalam surah Al Mutaffifin ayat 1-4,
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.”
ٱلَّذِينَ إِذَا ٱكْتَالُوا۟ عَلَى ٱلنَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
Arab latin: allażīna iżaktālụ ‘alan-nāsi yastaufụn
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.”
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
Arab latin: wa iżā kālụhum aw wazanụhum yukhsirụn
Artinya: “dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
أَلَا يَظُنُّ أُو۟لَٰٓئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ
Arab latin: alā yaẓunnu ulā`ika annahum mab’ụṡụn
Artinya: “Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.”
Hadits tentang perbuatan curang:
- Hadits Pelaku Curang Tidak Termasuk Golongan Rasulullah SAW
Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah bersabda bahwa orang-orang yang berbuat curang tidak termasuk dari golongannya. Nabi SAW bersabda,
“Siapa saja menipu (berbuat curang) maka dia bukan dari golonganku.” (HR Muslim)
Hadits tersebut menyebutkan segala bentuk kecurangan adalah perbuatan tercela. Orang-orang yang berbuat curang tidak dianggap sebagai golongan nabi.
- Hadits tentang Pemimpin Curang
Jika seorang pemimpin curang dan berkhianat kepada rakyatnya, kemudian dia meninggal dalam keadaan belum bertaubat, maka Allah SWT akan mengharamkan surga baginya. Ketetapan tersebut dijelaskan dalam sebuah hadits yang berbunyi:
“Barangsiapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya.” (HR Muslim)
- Hadits tentang Menerima dan Memberi Suap
Islam melarang umatnya untuk berbuat curang dengan cara menerima dan memberi suap. Hal ini termaktub dalam hadits Rasulullah SAW, ia bersabda:
“Allah melaknat penyuap dan penerima suap.” (HR Ibnu Majah)
- Hadits Berbuat Curang dengan Mengambil yang Bukan Haknya
Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa dari kalian yang aku angkat atas suatu amal, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum atau sesuatu yang lebih kecil daripada itu, maka hal itu termasuk ghulul (pencurian) yang pada hari kiamat akan ia bawa.” (HR Muslim)
Hadits tersebut menjadi peringatan bagi orang yang diberi amanah kemudian mengambil yang bukan haknya maka dapat dikatakan sebagai korupsi atau mencuri.
Itulah sejumlah hadits yang membahas tentang perbuatan curang. Semoga kita senantiasa bukan termasuk di antaranya, naudzubillah min dzaalik.
Pada masa pemilihan umum (pemilu) seperti saat ini, ratusan juta rakyat Indonesia telah menggunakan hak pilihnya. Mereka telah mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) dengan harapan, suara mereka dapat ditampung dan dihitung secara cermat dan adil.
Mereka tentu saja tidak menginginkan adanya pengurangan ataupun penggelembungan suara yang tidak semestinya, baik itu kepada kandidat pilihannya apalagi yang bukan pilihan.
Dalam konteks ini, surah al-Muthaffifiin, khususnya ayat 10-18, menjadi relevan. Terjemahannya sebagai berikut.
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Yaitu) orang-orang yang mendustakan hari pembalasan. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata, ‘Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka. Kemudian, dikatakan (kepada mereka): ‘Inilah azab yang dahulu selalu kamu dustakan.”
Penulis adalah Guru Besar UIN IB/Ketua Dewan Pertimbangan MUI Sumbar/Anggota Wantim MUI Pusat/Penasehat ICMI Sumbar/A’wan PB NU