Minggu, Oktober 12, 2025

Orangtua Siswa Pertanyakan Dugaan Pungli SPP di SMA Negeri 1 Padangsidimpuan

Padangsidimpuan, Demokratis

Sejumlah orangtua siswa kelas XI dan kelas IX yang menutut ilmu di SMA Negeri 1 Kota Padangsidimpuan mempertanyaakan dugaan pungutan liar alias pungli uang SPP senilai Rp50 ribu per siswa di sekolah tersebut.

Hal ini terungkap saat sejumlah orangtua yang anak sekolah di SMA Negeri 1 Kota Padangsidimpuan membeberkan kepada sejumlah wartawan di salah satu warung kopi di Timbangan, Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan, Senin (22/9/2025).

Orangtua siswa mengungkapkan bahwa sejak masuk tahun pelajaran 2025/2026 pada bulan Juli 2025 lalu, maka setiap siswa telah dikenakan dan wajib  membayar uang SPP senilai Rp50 ribu per bulan terhitung sejak Juli 2025 sampai September 2025 atau tiga bulan berjalan.

“Sementara jumlah siswa SMA Negeri 1 Padangsidimpuan sebanyak 800-an siswa,” terang orangtua siswa yang tidak mau disebut identitasnya, namun dirinya siap jadi saksi bila permasalahan ini naik ke ranah hukum.

“Sementara itu di SMA Negeri yang lain di Kota Padangsidimpuan tidak ada lagi pembayaran uang SPP sesuai dengan perintah Gubernur Sumatera Utara bahwa SPP di SMA dan SMK digratiskan,” katanya terheran-heran.

Sementara itu, sejumlah wartawan yang tergabung di dalam Tim Pers Tabagsel telah menyurati Kepala SMA Negeri 1 Kota Padangsidimpuan Nursyawiyah Hutauruk tertanggal 23 September 2025 dengan Nomor Surat 061/TP-Tabagsel/MP-Lp/IX/2025.

“Namun hingga kini tidak dibalas sehingga apa yang disampaikan atas keluahan atau keberatan para orangtua siswa SMA Negeri 1 Padangsidimpuan yang diwajibkan membayar SPP senilai Rp50 ribu per satu siswa benar adanya,” terang M. Nasir Dongoran didampingi Abdullah Taufieq dari Tim Pers Tabagsel kepada Demokratis.

Menurut Dongoran, SMA Negeri 1 Padangsidimpuan yang dipimpin oleh kepala sekolah Nursyawiyah Hutauruk memiliki guru sebanyak 52 orang dengan jumlah siswa seluruhnya tahun pelajaran 2025/2026 sebanyak 840 siswa dengan rombongan belajar 24 ruangan.

“Bila jumlah siswa seluruh SMA Negeri 1 Kota Padangsidimpuan sebanyak 840 siswa, maka jumlah uang yang dikutip adalah senilai Rp50 ribu per siswa dikali 840 siswa = Rp42.000.000/bulan dikali tiga bulan mulai bulan Juli 2025 2/d bulan September 2025 = kurang lebih senilai Rp126.000.000. Itulah besaran juamlah uang SPP yang diduga kuat dipungli oleh pihak SMA Negeri 1 Padangsidimpuan,” jelasnya.

“Sementara itu jumlah bantuan Pemeintah Pusat dana BOS atau BOP untuk SMA Negeri 1 Padangsidimpuan senilai Rp1.530.000 (per siswa) x 840 siswa = Rp1.285.200.000,” terang Uba Nauli H, SH  Sekretaris Umum BPP NGO Lembaga Independen Pengawasan Pejabat & Apareatur Negara Sumut.

Lebih lanjut disampaikan bahwa pungutan liar apapun bentuknya termasuk iuran SPP kepada murid adalah pungli. Seluruh sekolah khususnya negeri dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun.  Jadi intinya adalah pungutan uang SPP itu adalah termasuk Korupsi. Pengutipan uang SPP (biaya sekolah) adalah pungutan liar (pungli) jika bersifat wajib, tidak sukarela, dan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Karena semua pembayaran SPP itu diwajibkan dan dipatok Rp50 ribu per siswa dalam per bulan,  sehingga disebut pungli karena ada sifat wajib dan dipatok/ditentukan nilainya, kecuali siswa dapat KIP.

“Perbedaan pungutan dan sumbangan adalah: Pungutan adalah penerimaan biaya yang bersifat wajib, mengikat, dan jumlah serta jangka waktunya ditentukan oleh satuan pendidikan. Sedangkan sumbangan adalah penerimaan biaya yang bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat,” jelas Uba.

Hal senada juga diungkapkan oleh Mangudut Hutagalung Aktivis LSM LIPPAN SU bahwa pungutan liar (pungli) adalah salah satu bentuk tindakan korupsi. Pungli diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan merupakan penyalahgunaan wewenang serta kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat.

“Landasan Hukum Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Junto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001: Pungli termasuk dalam tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini. Pasal 368 KUHP: Pelaku pungli dapat dijerat dengan pasal ini karena perbuatannya sering kali mirip dengan pemerasan, yaitu memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dengan ancaman atau kekerasan,” tegas Hutagalung. (Darma Bakti)

Related Articles

Latest Articles