Indramayu, Demokratis
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mempercepat realisasi program Padat Karya Tunai (PKT) pada tahun 2020, salah satunya melalui Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3TGAI) yang menjangkau di berbagai daerah atau lokasi dengan anggaran yang sangat fantastis dilaksanakan oleh Balai Besar atau Balai Wilayah Sungai pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (Ditjen SDA) di seluruh Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 457/KPTS/M/2020 (PUPR-red).
P3TGAI merupakan pekerjaan peningkatan saluran irigasi tersier, dari saluran alam atau tanah menjadi saluran dengan pasangan batu atau lining yang dikerjakan oleh petani atau penduduk setempat. Petani sebagai pekerja diberikan upah harian atau mingguan, sehingga menambah penghasilan petani atau penduduk desa setempat terutama di saat musim tanam dan panen tiba.
Peraturan serta Keputusan Menteri ini bertujuan agar P3TGAI dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan partisipatif sehingga terjadi peningkatan terhadap kinerja layanan irigasi kecil, irigasi desa, dan irigasi tersier. Kendati dalam aturan serta petunjuk teknis telah dijelaskan, namun temuan di lapangan serta fakta yang didapat oleh Demokratis di tiga desa di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yaitu, Desa Sudimampir, Sudimampir Kidul, Kecamatan Balongan, dan Desa Kertamulya, Kecamatan Bongas, diduga rawan penyimpangan dan bermasalah.
Selain tidak ada keterangan informasi juga tidak ada pihak pengawas serta dipihak ketigakan sehingga program pekerjaan tersebut menjadi ajang “bancakan” oleh kepala desa (Kuwu) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), pengawas dari pihak BBWS, serta pihak ketiga sebagai sub-kontraktor.
Hal di atas pun diakui oleh Sekretaris Desa Sudimampir, Deden, pada saat diwawancara oleh Demokratis di ruangannya. Deden mengatakan bahwa untuk program pekerjaan tersebut dirinya tidak mengetahui secara spesifik, dan lagi, ia pun mengatakan bahwa pihak desa tidak ada intervensi untuk program yang dimaksud.
“Saya kurang paham kapan mulai dikerjakan, dan lagi desa tidak ada intervensi untuk kerjaan itu. Apalagi siapa pelaksana untuk pekerjaannya, adapun lokasi pekerjaan di Blok Tajug dengan H Hasan sebagai Poktan dan Riyan selaku pihak dari P3TGAI,” ujar Deden, Rabu (14/10).
Selain itu, untuk pekerjaan yang telah selesai di Desa Sudimampir Kidul pun mendapatkan temuan yang serupa. Selain pengawasan minim, dan pekerjaan yang diduga asal jadi pun layak disorot untuk dievaluasi. Awak media mencoba mencari keterangan dari pihak aparat pemerintah desa, namun pejabat yang memiliki otoritas atau yang dapat memberikan keterangan sedang tak ada di kantor.
Salah satu pejabat yang berstatus sebagai Kadus mengatakan bahwa Kuwu Durajak atau Sekdes Kusnadi sedang tidak berada di kantor. Keduanya sedang memiliki urusan di luar. Yaitu, menghadiri hajatan yang diadakan oleh warganya. Kusnadi sebagai Sekdes hingga saat ini pun tak ada kabar selanjutnya.
Saat awak media mulai melakukan penelusuran di lokasi pekerjaan Desa Sudimampir Kidul, salah satu warga yang berstatus sebagai petani bernama Sangudi (60), memberikan keterangan atas pekerjaan dimaksud. Dengan lantang dan terang bahwa segala kegiatan pekerjaan yang ada di Kecamatan Balongan hampir sebagian dipihak ketigakan.
“Iya mas, kalau Haji Endi adalah ponakan Kuwu, karena Endi memiliki modal, makanya dia minta program tersebut agar dikerjakan, dengan menyediakan segala material misalnya, pokoknya Desa Sudimampir dan Sudimampir Kidul masih dengan orang yang sama yaitu Endi,” terang Sangudi di warung tepi sawah.
Temuan lainnya, saat Demokratis melintas di Desa Kertamulya, kedapatan pekerjaan yang sama yang sedang dilakukan oleh sejumlah pekerja yang bukan dari desa setempat. Pekerjaan yang dilakukan di tengah sawah Blok Tulangkacang, Desa Kertamulya, Kecamatan Bongas tersebut tak ada petugas maupun pihak desa memantau di lapangan.
Seorang pekerja bernama Fahruroji (35) yang sedang menghancurkan batu, pada saat diwawancara di tempat terkait pekerjaan yang dilaksanakannya, ia dengan kaku dan kurang tahu atas pertanyaan yang dilayangkan oleh awak media, Jumat (16/10).
“Saya bukan orang sini. Saya juga kurang paham nama pejabat desa sini siapa saja. Biasanya si pelaksana ke sini, namun kali ini sedang tidak, dan saya hanya kerja kemudian terima uang,” pungkasnya dengan senyum lebar.
Untuk pekerjaan di Desa Kertamulya dengan jumlah pekerja 13 orang yang telah dikerjakan dalam kurun waktu hampir satu minggu dengan panjang 200 meter itu terlihat rawan penyimpangan dan juga diduga kuat dikerjakan asal-asalan.
Hingga berita ini dimuat, Kuwu Desa Sudimampir, H Wukir, Sudimampir Kidul, Durajak, dan Kuwu Desa Kertamulya, Jamal, belum dapat ditemui guna memberikan keterangan kepada awak media.
Selanjutnya Sekdes ketiga desa tersebut pun sudah berulangkali dikonfirmasi melalui telegram oleh Demokratis untuk meminta waktu dan tempat agar dapat memberikan sedikit keterangan mewakili Kuwunya, namun tak satupun di antara ketiganya yang kooperatif (19/10). Pesan melalui telegram tersebut hanya dibaca namun tidak dibalas. (RT)